my lamentation

5 tahun blog ini ga kebuka...
selama itu my life story isn't colorful like the past.
I always try to friendly with the world like other people so far. live like normal people.
bangun... ibadah... kuliah... main...
sampai kerja pun ritmenya seperti itu. sama.... tidak kurang tidak lebih..
setahun... 2 tahun... 3 tahun.... 4 tahun... saya pun mulai bisa mengikuti alur hidup orang lain. hidupnya orang normal. hidup seperti siklus.
di tahun ke-5 -tahun sekarang- mulai ada rasa cape, bosen. Dan akhirnya bulan ini menjadi titik klimaks rasa cape dengan alur seperti ini, cape dengan alur pekerjaan, cape dengan comfort zone yang itu-itu saja.
Pengen berubah sebenarnya.
Tapi ga tau harus berubah dari mana, apa yang harus dilakukan.
because I surrounded with normal people, and I dont have a partner with the amazing mind, the amazing world, the amazing work.
Ga salah sebetulnya, but it's not my "normal" life.
kalau diliat rentang lama saya menyesuaikan diri, it's like my fault.
I didn't do anything so far. selama itu ngapain emang?
mungkin orang-orang mengira untuk seorang yang memakai "kosmetik" yang sama selama 5 tahun, masa ga cocok.
ini bukan masalah cocok tidak cocoknya, tapi rasa nyaman, rasa tenang ngelakuin semua yang selama ini dikerjakan.

Sebenarnya saya sangat bersyukur dengan apa yang saya punya sekarang, Tuhan sudah memberikan nikmat yang sangat sangat banyak selama ini. Dan itu tidak akan dipungkiri.
Tapi manusia punya keinginan yang ingin dicapai.
Begitupun saya.


 I wanna life with amazing story because my amazing wish and doing together with amazing people.  that's enough...
It can be the grateful, I am be very grateful person.
I hope so... aamiin....

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Terimakasih Kau telah Memberiku Malam

Tuhan..
Terimakasih Kau telah memberiku malam, waktu untuk melepas penat, melepas dari kebisingan dunia.
Terimakasih Kau telah memberiku malam, menghentikanku sejenak dari semua kufur ni'mat..
Terimakasih Kau telah memberiku malam, waktu aku benar2 memiliki teman untuk mengadu..
Terimakasih Kau telah memberiku malam, waktu untuk merencanakan sepotong episode untuk hari esok..
Terima kasih Kau telah memberiku malam, waktu untuk mematikan otak dan nafsu yang terus menghantam hati..
Terima kasih atas malamMu yang indah ini..

Tuhan..
Hilangkan sejenak semua takdir yang ditulis Engkau buatku..
Simpan semua ceritaku yang Kau goreskan buatku..
Tak bermaksud untuk mengingkari-Mu..
Hanya saja, malam bagiku waktu dimana aku benar-benar membutuhkan semua keajaibanMu..

Ini hanya sebuah ketakutan..
Ketakutan ketika semua asa, tidak sesuai dengan takdir-Mu..

Tuhan..
Berikanku malam yang indah..
Agar aku bisa menatap hari esok bahwa esok syurga benar-benar menanti..
Agar aku bisa menghela nafas, untuk menjalani semua takdirku di hari esok..

Aku rindu pada-Mu..
Aku rindu sebenar-benarnya aku rindu..
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Mengubah Pola Pikir Guru Terhadap Perubahan Kurikulum

MENGUBAH POLA PIKIR GURU
TERHADAP PERUBAHAN KURIKULUM

MAKALAH

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Inovasi Pendidikan




Oleh
Non Fajar Salsabil
0803217
2 – A



PROGRAM STUDI PGSD
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
KAMPUS CIBIRU
BANDUNG
2009

KATA PENGANTAR
Puji Syukur penyusun panjatkan kepada Ilahi Rabbi, tiada Tuhan melainkan Dia, Pencipta, Pengatur, dan Pemelihara seluruh alam semesta. Berkat Qudrat dan Iradat – Nya penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Mengubah Pola Pikir Guru terhadap Perubahan Kurikulum”, yang diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Inovasi Pendidikan.
Kurikulum merupakan sesuatu yang esensial dalam suatu penyelenggaraan pendidikan. Kurikulum harus mampu mengakomodasi kebutuhan peserta didik yang berbeda secara individual, baik dari segi waktu maupun kemampuan belajar. Kurikulum merupakan bentuk inovasi dalam bidang pendidikan , apabila suatu kurikulum terus seperti itu saja (tidak berubah) maka pendidikan kita akan tertinggal dan generasi bangsa tidak dapat mengejar kemajuan yang diperoleh melalui perubahan. Namun tidak semua penyelenggara pendidikan -khususnya guru- siap mengahadapi perubahan kurikulum yang sangat cepat. Maka harus ada perubahan pola pikir guru supaya lebih memahami dan dapat diimplementasikan dengan baik.
Penyusun menyadari apa yang ada bukan semata – mata atas kemampuan sendiri, tetapi mendapat dorongan dan bantuan juga dari beberapa pihak sehingga makalah ini bisa terselesaikan. Maka dengan rasa hormat penyusun sampaikan terima kasih atas segala bantuannya kepada yang terhormat:
1. Bapak Jenuri, S.Ag. M.Pd., selaku dosen mata kuliah inovasi pendidikan;
2. Teman – teman kelompok 1 yang telah bekerja sama dalam menyediakan segala persiapan untuk diskusi.
Penyusun menyadari sepenuhnya dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, tegur sapa, saran, dan kritik yang membangun untuk cermin ke depan penyusun harapkan.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun khususnya dan untuk para pembaca pada umumnya.

Bandung,15 Desember 2009
Penyusun




BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Perubahan merupakan bentuk yang wajar terjadi dan sesuatu yang harus terjadi, tetapi tidak jarang untuk dihindari oleh manusia. Semua perubahan akan membawa resiko, namun apabila suatu hal mengalami perubahan, dia akan stagnan bahkan musnah.
Begitu pula dengan kurikulum. Kurikulum merupakan suatu yang esensial dalam suatu penyelenggaraan pendidikan. Kurikulum harus mampu mengakomodasi kebutuhan peserta didik yang berbeda secara individual, baik dari segi waktu maupun kemampuan belajar. Kurikulum merupakan bentuk inovasi dalam bidang pendidikan, apabila suatu kurikulum terus seperti itu saja (tidak berubah) maka pendidikan kita akan tertinggal dan generasi bangsa tidak dapat mengejar kemajuan yang diperoleh melalui perubahan.
Dengan demikian perubahan selalu dibutuhkan terutama dalam bidang pendidikan untuk mengatasi masalah – masalah yang tidak hanya sebatas masalah – masalah pendidikan saja tetapi juga masalah – masalah yang mempengaruhi kelancaran proses pendidikan.
Namun, pada kenyataannya tidak semua penyelenggara pendidikan siap menghadapi perubahan kurikulum yang dilakukan oleh pemerintah. Khususnya pada diri guru sebagai objek yang harus bisa menerapkan kurikulum yang dicanangkan bagaimanapun kondisinya. Tidak semua guru siap menghadapi kurikulum yang terus berubah. Sebagai konsekuensi perubahan kurikulum akan mengakibatkan perubahan dalam pengoperasian kurikulum tersebut, seperti pendekatan, metode pembelajaran.
Semua perubahan kurikulum sangat menuntut kesiapan guru dalam menghadapi kurikulum. Jika tidak didukung oleh kesiapan guru, semuanya akan sia – sia. Padahal sosialisasi kurikulum belum merata ke seluruh guru di Indonesia sehingga banyak guru yang belum memahami bagaimana cara mengimplementasikan kurikulum tersebut.
Melihat fenomena tersebut, Penyusun tertarik untuk membuat makalah inovasi pendidikan dengan judul “Mengubah Pola Pikir Guru terhadap Perubahan kurikulum”.

B. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi perumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Seperti apa konsep Perubahan kurikulum di Indonesia?
2. Bagaimana kesiapan guru dalam menghadapi perubahan kurikulum?
3. Apa penyebab kesulitan guru dalam mengimplementasikan perubahan kurikulum?
4. Bagaimana cara mengubah pola pikir guru terhadap perubahan kurikulum?

C. Tujuan Makalah
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk mendeskripsikan:
E. konsep perubahan kurikulum di Indonesia;
F. kesiapan guru dalam menghadapi perubahan kurikulum;
G. penyebab kesulitan guru dalam mengimplementasikan perubahan kurikulum; dan
H. cara mengubah pola pikir guru terhadap perubahan kurikulum

D. Kegunaan Makalah
Makalah ini berguna untuk menambah wawasan tentang perubahan kurikulum di Indonesia bagi pembaca serta sebagai khazanah intelektual bagi penyusun.

E. Prosedur Makalah
Makalah ini disusun dengan menggunakan metode deskriptif yang menekankan teknik studi pustaka dengan memakai sumber dari buku – buku dan artikel – artikel di internet yang relevan dengan pokok pembahasan. Teknik analisis yang digunakan dalam pembuatan makalah ini adalah teknik analisis isi.


BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Perubahan Kurikulum
Dunia semakin terus berubah. Geliat perubahan terasa nyata dalam hidup. Salah satunya dalam hal teknologi informasi. Dengan kemudahan teknologi informasi, dunia seakan begitu sempit dan tanpa batas. Semua hal dapat dilakukan dengan kecanggihan teknologi informasi. Internet telah menebar pesonanya di seluruh kalangan. Hampir semua orang dapat memperoleh informasi dengan memanfaatkan internet, handphone, televisi, radio, media massa.
Hampir semua sektor kehidupan telah terjadi perubahan, tidak terkecuali sektor dunia pendidikan. Perubahan yang paling mendasar dalam dunia pendidikan yaitu dengan dicanangkannya Undang – Undang sebagai wujud keseriusan pemerintah dalam membangun dan merubah pendidikan di Indonesia menjadi lebih baik dan bermutu.
Bagi mereka yang berkecimpung dalam dunia pendidikan, perubahan itu demikian nyata. Semua aspek – aspek pendidikan ikut terkontaminasi dengan perubahan yang terjadi. Selain sarana dan prasarana yang digunakan dalam pembelajaran, unsur – unsur yang terkait dengan penyelenggaraan pendidikan pun tidak lepas dari era perubahan. Aspek yang diahadapi guru dari era perubahan ini adalah “perubahan kurikulum”.
Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman untuk menggunakan aktivitas belajar mengajar. Kurikulum dipandang sebagai program pendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan dalam mencapai tujuan pendidikan. Apabila masyarakat dinamis, kebutuhan anak didikpun akan dinamis sehingga tidak tersaing dalam masyarakat, karena memang masyarakat berubah berdasarkan kebutuhan itu sendiri. (Sukorini,http://indriatisukorini.wordpress.com/….)
Kurikulum juga sebagai pedoman mendasar dalam proses belajar mengajar di dunia pendidikan. Berhasil atau tidaknya suatu pendidikan, mampu tidaknya seorang anak didik dan pendidik dalam menyerap dan memberikan pengajaran, dan sukses tidaknya suatu tujuan. Bila kurikulumnya didesain dengan sistematis dan komprehensif serta integral dengan segala kebutuhan pengembangan dan pembelajaran anak didik untuk mempersiapkan diri mengahadapi kehidupannya, tentu hasil / output pendidikanpun akan mampu mewujudkan harapan. Tetapi jika tidak, kegagalan demi kegagalan akan terus menerus membayangi dunia pendidikan.
Terdapat perbedaan yang sangat besar antara kurikulum yang sekarang dengan kurikulum sebelum – sebelumnya. Dengan kurikulum baru (KTSP), guru harus mampu merancang sendiri silabus pembelajaran berikut dengan penilainnya. (Susanti, http://www.sman1-trk.com/buka/karya/......). Hal itu bukanlah pekerjaan yang mudah bagi guru. Sebelum – sebelumnya, guru hanya terbiasa berpatokan pada Garis Besar Program Pengajaran yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat.
Prof. Aleks Maryunis, Guru Besar Universitas Padang berpandangan bahwa:
“kurikulum di Indonesia sebenarnya memiliki empat dimensi dasar, yakni konsep dasar kurikulum, dokumen tertulis, pelaksanaan, dan hasil belajar siswa. Di Indonesia yang kerap mengalami perubahan hanya dimensi dokumen tertulis berupa buku – buku pelajaran dan silabus saja yang sudah dilaksankan. Persoalan proses dan hasilnya, tak pernah mampu dijawab oleh kurikulum kita”. (Sawali, http://sawali.onfo/2007/07/15/perubahan-kurikulum-dan-martabat-bangsa/).
Dengan melihat kejadian seperti ini, akhirnya Guru kembali menggunakan kebiasaan mengajar seperti sebelumnya. Tanpa mempedulikan tuntutan – tuntutan dari kurikulum yang baru. Semuanya terkesan monoton, karena guru hanya memberikan materi saja tanpa memahami sisi dan kebutuhan peserta didik.
B. Kesiapan Guru dalam Menghadapi Perubahan Kurikulum
Untuk mengolah dan menerapkan setiap perubahan, peran semua penyelenggara pendidikan sangatlah penting, baik itu komite sekolah, kepala sekolah guru, siswa keluarga, semuanya harus berpartisipasi terselenggaranya suatu kurikulum. Namun pihak yang paling penting ialah guru.
Dalam menghadapi perubahan kurikulum, guru berperan sebagai pelaksana pengembangan kurikulum sekolah yaitu sebagai pemembuat kurikulum sekolah, pelaksana kurikulum yang dikembangkan sekolah, pengevaluasi kurikulum sekolah. Selain itu, guru juga sebagai ini pertimbangan dalam pengembangan kurikulum sekolah. Serta guru juga berperan sebagai agen perubahan.
Secara garis besar, setiap guru mempunyai empat watak yang mencerminkan sebagai agen pembaharuan, yaitu sebagai berikut.(Wijaya, http://wijayalabs.blogdetik.com/2009/05/17/guru-agen-perubahan-masihkah/)
1. Pengembangan visi pribadi.
Seorang guru harus memiliki visi pribadi dan selalu diterapkan dalam kehidupannya sehari – hari.Seorang guru dengan visi pribadi yang kuat akan senantiasa menginstrospeksi dirinya, memberikan sesuatu yang terbaik untuk anak didiknya. Hal ini merupakan awal langkah yang baik dalam memutuskan diri untuk menjadi guru.
Keberadaan visi tak lepas dari nilai – nilai yang menghidupi visi. Sebagai contoh, seorang guru yang mengedepankan nilai jujur, akan selalu menaruh perhatian terhadap anak didiknya, seperti: bagaimana ia harus menjalankan pembelajaran dengan seimbang antara tujuan dan pendekatan pembelajaran yang dipilihnya sesuai jaman dan kebutuhan peserta didik.
2. Kebiasan Inquiry.
Kebiasan inquiry merupakan kebiasaan seorang guru yang terus mengembangkan diri dengan bertanya, mempersoalkan, menguji beragam hal yang sifatnya mendasar. Belajar inquiry hendaknya dimulai dan dilatihkan semenjak seorang guru pertama kali menjadi guru di sekolah. Dengan kebiasaan inqury ini, seorang guru harus berani melakukan sesuatu hal yang baru karena aktivitas inqury bersifat trial and error. Guru harus selalu melalukan terobosan baru secara kontinyu dan sepanjang hayat dalam berbagai bidang pembelajaran.
Peserta didik pun perlu dikenalkan dan dibiasakan melakukan pembelajaran inquiry di kelasnya. Karena perubahan yang terjadi di masyarakat sifatnya tidak linier dan tidak ada rumus memecahkan beragam permasalahan. Seorang guru membangun kultur inquiry di kelasnya dengan membiarkan anak didik belajar bebas bertanya, supaya anak dapat mengeksplorasi pengetahuan yang ada dalam pikiran mereka.
3. Pentingnya penguasaan.
Penguasaan dimaksudkan bahwa seorang guru tidak boleh hanya sebatas berpikir saja, melainkan harus beraksi dan berperilaku dalam bentuk gagasan dan keterampilan baru. Penguasaan berarti bahwa setiap pengalaman hidup secara kreatif, menjalani hidup dengan kreatif dan bukan reaktif.
4. Kolaborasi.
Belajar secara bersama atau kemampuan untuk bekerja sama amat dibutuhkan. Selain untuk mengatasi kelemahan belajar secara pribadi, yang biasanya terbentur dalam keterbatasan dalam diri, bekerja dalam kelompok juga menjadi ciri perkembangan modern belakangan ini.Kolaborasi yang efektif biasanya diimbangi dengan keterampilan pribadi dalam ber-inquiry secara terus-menerus. Tanpa dimbangi dengan hal tersebut, kolaborasi hanya jatuh dalam bentuk fisik, tidak mendalam, dan formalitas belaka.
Sebagai contoh, sekolah dapat menjadi ruang kolaborasi yang efektif. Misalnya dengan melakukan pembelajaran kolabortif meliputi beberapa guru bidang studi. Melalui kesediaan berbagi dalam kegiatan seperti ini, sebuah tema pembelajaran, dapat dikaji dengan wilayah kajian yang berbeda - beda. Bagi anak didik, model ini dirasakan lebih menarik dan lebih riil, karena mengajak mereka masuk dalam realitas hidup sesungguhnya dengan kompleksitas dan beragam aspek di dalamnya.
Keempat watak diatas menunjukkan bahwa suatu perubahan akan terlaksana dengan selaras ketika semua kapasitas dasar ini dapat dilaksanakan dan adanya saling keterpautan dalam pelaksanaan perubahan. Keseluruhan kapasitas dasar diatas akan menjadi modal dan melengkapi keterampilan guru sebagai agen perubahan.
Hal yang terpenting dari ketermpailan dasar diatas bahwa seorang guru harus “kreatif”.
Namun permasalahannya, kapasitas kreatif setiap guru berbeda – beda bahkan terlihat masih rendah.
Sebagai gambaran, fakta menunjukkan bahwa mutu guru di Indonesia masih jauh dari memadai untuk melakukan perubahan yang sifatnya mendasar macam mengenal dan menggunakan internet sebagai media pembelajaran. Lebih ke bawah lagi, para guru bahkan belum mengenal pengajaran dengan menggunakan proyek-proyek yang menggabungkan beberapa mata pelajaran sekaligus. Pengajaran tematik bahkan masih asing terdengar oleh para guru.
Ketidakmampuan memahami pendekatan yang mendasari kurikulum ini membuat para guru tidak berusaha untuk mengubah pola pengajaran lama mereka secara mendasar. Mereka belum mampu untuk melaksanakan KBM dalam sebuah proyek secara bersama dengan guru-guru dari bidang studi lain. Guru belum memahami bagaimana mengaitkan bidang studi yang diajarkannya dalam kaitan dan hubungannya dengan bidang studi lain dan masih melihat berbagai bidang studi secara terpisah dan tersendiri tanpa ada hubungan dengan bidang studi lain. Guru masih melihat bidang studinya berupa ‘text’ dan belum ‘context’ karena metode CTL (Contextual Teaching and Learning) masih berupa wacana dan belum menjadi pengetahuan, apalagi ketrampilan, bagi para guru.
Guru-guru masih menggunakan pendekatan lamanya. Hal ini nampak jelas pada evaluasi yang mereka lakukan. Evaluasi yang digunakan oleh para guru dilapangan masih mengukur kemampuan kognitif dengan bentuk-bentuk evaluasi yang hampir tidak berubah sama sekali dengan kurikulum sebelumnya. Tidak adanya model sekolah yang bisa dijadikan sebagai rujukan membuat para guru tidak mampu melakukan perubahan, apalagi lompatan, dalam proses peningkatan kegiatan belajar mengajarnya.
C. Penyebab Kesulitan Guru dalam Mengimplementasikan Perubahan Kurikulum.
Ada beberapa penyebab seorang guru merasa kesulitan dalam mengimplementasikan perubahan kurikulum, yaitu sebagai berikut. (Kamarga,
http://hanckey.pbworks.com/Inovasi-Pendidikan/)
1. Guru terlalu lama menggunakan gaya mengajar yang mengacu kepada posisi guru sebagai user kurikulum. Maksudnya segala sesuatu telah ditetapkan dari pemerintah, sehingga guru tinggal melaksanakannya.
2. Kurangnya proses sosialisasi terhadapan kurikulum yang baru, karena di Indonesia hanya dilakukan one – shot training.Guru tidak akan memahami isi dan tuntutan kurikulum dengan baik jika waktu pengenalan kurikulum dilakukan hanya dalam waktu terbatas
3. Kurangnya pemahaman guru terhadap orientasi kurikulum. Dalam hal ini orientasi kurikulum (yang merupakan salah satu dari landasan kurikulum) merupakan dasar dikembangkannya bentuk kurikulum, sehingga memahami orientasi kurikulum akan memudahkan untuk memahami kurikulum secara keseluruhan.

D. Mengubah Pola Pikir Guru terhadap Perubahan Kurikulum
Meskipun ada hasil penelitian yang menunjukkan bahwa rendahnya pengaruh guru terhadap prestasi belajar peserta didik, namun sampai saat ini guru tetap merupakan faktor penting yang besar pengaruhnya terhadap keberhasilan perubahan kurikulum. Oleh karena itu, guru harus senantiasa meningkatkan kemampuan profesionalisme nya, dan meningkatkan pemahamannya terhadap peserta didik.
Dalam penerapan perubahan kurikulum kualitas guru dapat ditinjau dari dua segi, dari segi proses an segi hasil. (Mulyasa, 2006:112).
Dari segi proses guru dapat dikatakan berhasil apabila mampu melibatkan sebagian besar peserta didik secara aktif, baik fisik, mental, maupun sosial dalam proses pembelajaran. Disamping itu dapat dilihat dari gairah dan semangat mengajarnya, serta adanya rasa percaya diri.
Sedangkan dari segi hasil, guru dikatakan berhasil apabila pembelajaran yang diberikannya mampu mengadakan perubahan perilaku pada sebagian besar peserta didik ke arah yang lebih baik.
Selain itu, guru juga dituntut untuk senantiasa menyempurnakan dan menyesuaikan kurikulum dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, serta tuntutan kebutuhan lokal, nasional, dan global, sehingga kurikulum yang dikembangkan di sekolah betul – betul diperlukan oleh peserta didik sesuai dengan kebutuhan lingkungan, perkembangan jaman, serta tuntutan dan beban yang akan dilakukan setelah mengikuti pembelajaran.
Penerapan perubahan kurikulum yang bermutu, efektif, dan efisien, menuntut guru untuk berkreasi dalam meningkatkan manajemen kelas, karena guru adalah panutan bagi seluruh peserta didik (Mulyasa, 2006:76). Oleh karena itu, guru harus siap dengan segala kewajiban baik yang menyangkut manajemen maupun materi pembelajaran. Guru juga harus mengorganisasikan kelas dengan baik. Suasana belajar yang menyenangkan dan penuh disiplin sangat diperlukan untuk mendorong semangat belajar peserta didik. Kreativitas dan daya cipta guru dalam mengolah dan menerapkan perubahan kurikulum harus terus didorong dan dikembangkan.
Guru merupakan faktor penting yang besar pengaruhnya, bahkan sangat menentukan berhasil – tidaknya peserta didik dalam belajar. Perubahan kurikulum antara lain ingin mengubah pola pendidikan dari orientasi hasil dan materi (sebelum kurikulum 2004) ke pendidikan proses (KBK dan KTSP). Oleh karena itu, pembelajaran harus banyak melibatkam peserta didik, agar mereka mampu bereksplorasi untuk membentuk kompetensi dengan menggali berbagai potensi, dan kebenaran secara ilmiah (Mulyasa, 2006:76). Dalam hal inilah perlunya perubahan pola pikir guru agar meraka mampu menjadi fasilitator dan mitra belajar peserta didiknya.
Sehubungan dengan itu, untuk mengoptimalkan perubahan kurikulum yang ada, hal yang paling esensi yaitu mengubah pola pikir guru, sesuai dengan kebutuhan perkembangan jaman. Tugas guru tidak hanya menyampaikan informasi kepada peserta didik, tetapi harus dilatih sebagai fasilitator untuk memberikan kemudahan belajar kepada seluruh peserta didik. Agar mereka dapat belajar dalam suasana yang menyenangkan, gembira, penuh semangat, dan berani mengemukakan pendapatnya secara terbuka dan pastinya tujuan pembelajaran pun tersampaikan. Semua hal ini merupakan modal dasar bagi peserta didik untuk tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang siap beradaptasi, menghadapi berbagai kemungkinan, dan memasuki era globalisasi (perubahan) yang penuh tantangan.
Menurut Rogers (Mulyasa, 2006:78), guru sebagai fasilitator setidaknya harus memiliki 7 sikap sikap yaitu sebagai berikut.
1. Tidak berlebihan mempertahankan pendapat dan keyakinannya, atau kurang terbuka.
2. Dapat lebih mendengarkan peserta didik, terutama tentang aspirasi dan perasaannya.
3. Mau dan mampu menerima ide peserta didik yang inovatif, kreatif, bahkan yang sulit sekalipun.
4. Lebih meningkatkan perhatian terhadap hubungan dengan peserta didik seperti halnya terhadap bahan pembelajaran.
5. Dapat menerima balikan (feedback), baik yang sifatnya positif maupun negatif, dan menerimanya sebagai pandangan yang konstruktif terhadap diri dan perilakunya.
6. Toleransi terhadap kesalahan yang diperbuat peserta didik selama proses pembelajaran.
7. Mengahargai prestasi peserta didik, meskipun biasanya mereka sudah tahu prestasi yang dicapainya.
Pembinaan kemampuan profesional guru juga dapat dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada guru untuk melakukan berbagai kegiatan, memberi saran, menegur, membimbing, menjadi wakil sekolah dengan kegiatan ekstrakulikuler dan kegiatan – kegiatan kemasyarakatan.
Guru harus memahami materi yang hendak diajarkannya dan mengetahui tentang bagaimana mengolahnya menjadi suatu kegiatan belajar mengajar yang mampu mengembangkan kompetensi siswa-siswanya. Hal ini dapat dilakukan hanya dengan ke-profesional-an seorang guru. Profesionalisme guru akan dapat berkembang, apabila ia membiasakan diri untuk berunding dan bertukar pikiran dengan siswa,dan terbuka terhadap pendapat mereka, belajar terus dengan membaca literatur yang terkait dengan profesinya, bertukar pikiran dan pengalaman dengan teman guru-guru lainnya atau dengan kepala sekolah. Sikap keterbukaan ini memungkinkannya belajar dari murid, dari buku, dan dari orang lain. Perkembangan profesionalisme akan terbantu bila sekolah secara berkala mengadakan rapat atau diskusi khusus untuk membicarakan hal-hal yang terkait dengan kurikulum serta perbaikannya. Sebagian dari waktu libur sekolah dapat dimanfaatkan untuk membicarakan kekurangan-kekurangan dalam penyelenggaraan kurikulum dan secara bersama.
Guru profesional bukan hanya harus benar-benar menguasai materi yang harus disampaikannya kepada siswa dan kaitannya dengan tujuan pendidikan nasional secara filosofis maupun praktis. Ia juga harus paham hal-hal mendasar seperti prinsip belajar otak kiri dan kanan, pendekatan Quantum Teaching and Learning, pemahaman tentang Multiple Intelligences dan penerapannya di kelas, Taksonomi Bloom dan aplikasinya pada proses belajar mengajar, metode pengajaran Contextual Teaching and Learning, mengakses dan memanfaatkan internet sebagai wahana belajar, mengorkestrasikan materi yang diajarkannya dengan materi pelajaran lain dalam suatu KBM tematik dalam bentuk project. Guru profesional bukan hanya harus ‘well-performed’, tapi juga harus ‘well-trained’‘, ‘well-equipped’, dan tentunya juga ‘well-paid’. ( Dharma, http://satriadharma.com/index.php/2009/02/05/apapun-kurikulumnya-mutu-guru-kuncinya/)
Selain itu syarat utama bagi guru untuk dapat mengajar dengan baik adalah guru yang memiliki kapasitas penguasaan materi yang telah memadai. Guru harus benar-benar kompeten dengan materi yang akan diberikannya. Guru yang tidak kompeten tentu tidak akan dapat menghasilkan siswa yang kompeten.
Selain itu guru juga harus memiliki komitmen yang benar-benar tinggi dalam usaha untuk mengembangkan kurikulum ini. Guru yang memiliki motivasi rendah tidak akan dapat melaksanakan KBK ini karena KBK menuntut kerja keras guru untuk mempersiapkan dan melaksanakannya di kelas. Setelah itu berikan pelatihan tentang pembelajaran sebanyak-banyaknya dan biarkan mereka berkreasi di kelas. Berikan otonomi seluas-luasnya pada mereka untuk mengembangkan kurikulum.
Apabila guru telah dapat menguasai materi yang hendak diajarkannya maka guru harus dapat mengupdate dirinya. Pelatihan terus menerus adalah jawabnya. Baik itu metodologi-metodologi pengajaran yang berkorelasi dengan penguasan KBK, maupun pemahaman filosofi dan paradigma yang menyertainya. Pelatihan ini harus dibarengi dengan usaha-usaha keras untuk mengembangkan sensifitas dan kreatifitas dari masing-masing guru untuk mengembangkan sendiri metodologi yang tepat bagi siswa masing-masing.
Sekolah juga harus terus aktif untuk meningkatkan motivasi dari para gurunya dalam memberikan pengajaran yang terbaik bagi siswa-siswanya, Sekolah berkewajiban untuk meningkatkan kompetensi guru-gurunya dalam memahami materi yang diajarkannya dan metodologi penyampaiannya. Untuk itu sekolah harus secara berkala menyelenggarakan atau mengirim guru-gurunya untuk mengikuti seminar, loka-karya, pelatihan, magang, maupun studi banding ke sekolah-sekolah yang telah mampu melaksanakan sistem pengajaran yang efektif. Minimal guru harus dapat memperoleh 3 (tiga) kali seminar atau pelatihan mengenai bidang studi yang diajarkannya maupun tentang metodologi. Guru juga harus selalu aktif mengikuti perkembangan metodologi pengajaran dengan mengikuti berbagai kegiatan kelompok profesi sejenis maupun melalui buletin-buletin profesi.( Dharma, http://satriadharma.com/index.php/2009/02/05/apapun-kurikulumnya-mutu-guru-kuncinya/)


BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman untuk menggunakan aktivitas belajar mengajar. Terdapat perbedaan yang sangat besar antara kurikulum yang sekarang dengan kurikulum yang sebelum – sebelumnya. Dengan kurikulum baru (KTSP), guru harus mampu merancang sendiri silabus pembelajaran berikut dengan penilainnya. Hal itu bukanlah pekerjaan yang mudah bagi guru. Sebelum – sebelumnya, guru hanya terbiasa berpatokan pada Garis Besar Program Pengajaran yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat.
Dalam menghadapi perubahan kurikulum, guru berperan sebagai pelaksana pengembangan kurikulum sekolah yaitu sebagai pemembuat kurikulum sekolah, pelaksana kurikulum yang dikembangkan sekolah, pengevaluasi kurikulum sekolah. Selain itu, guru juga sebagai ini pertimbangan dalam pengembangan kurikulum sekolah. Serta guru juga berperan sebagai agen perubahan. Hal yang terpenting dari ketermpailan dasar diatas bahwa seorang guru harus kreatif.
Penyebab kesulitan guru dalam mengimplementasikan perubahan kurikulum yaitu: (i) guru terlalu lama menggunakan gaya mengajar yang mengacu kepada posisi guru sebagai user kurikulum; (ii) kurangnya proses sosialisasi terhadapan kurikulum yang baru; serta (iii) kurangnya pemahaman guru terhadap orientasi kurikulum
Penerapan perubahan kurikulum yang bermutu, efektif, dan efisien, menuntut guru untuk berkreasi dalam meningkatkan manajemen kelas, karena guru adalah panutan bagi seluruh peserta didik. Dalam hal inilah perlunya perubahan pola pikir guru agar meraka mampu menjadi fasilitator dan mitra belajar peserta didiknya. Selain itu pula, seorang guru harus mempunyai sikap profesionalisme dalam melaksanakan pembelajaran. Pembinaan kemampuan profesional guru juga dapat dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada guru untuk melakukan berbagai kegiatan, memberi saran, menegur, membimbing, menjadi wakil sekolah dengan kegiatan ekstrakulikuler dan kegiatan – kegiatan kemasyarakatan.


B. Saran
Supaya perubahan keruikulum tidak menjadi suatu hal yang menakutkan tetapi menjadi suatu motivasi untuk lebih baik kedepannya, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh guru.
1. Guru harus meninjau kembali isi dan tujuan dari kurikulum yang saat ini digunakan di dunia pendidikan.
2. Guru harus kreatif dalam melakukan suatu pembelajaran.
3. Guru tidak hanya bertugas sebagai pengajar saja, tetapi pembimbing, fasilitator dalam penyampaian isi dari perubahan kurikulum.
4. Lebih ditingkatkannya peran aktif dan tanggung jawab guru di setiap pembelajaran




DAFTAR PUSTAKA



Dharma, Satria. (2009). Apapun Kurikulumnya, Mutu Guru Kuncinya. Tersedia: http://satriadharma.com/index.php/2009/02/05/apapun-kurikulumnya-mutu-guru-kuncinya/. (10 Desember 2009)

Kamarga, Kansiswany. (2009). Inovasi Pendidikan. Tersedia: http://hanckey.pbworks.com/Inovasi-Pendidikan. (10 Desember 2009)

Kusumah, Wijaya. (2009). Guru = Agen Perubahan, Masihkah?. Tersedia: http://wijayalabs.blogdetik.com/2009/05/17/guru-agen-perubahan-masihkah/ (16 Desember 2009)

Mulyana, M.Pd., (2006). Kurikulum yang Disempurnakan. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya

Sawali,(2007). Perubahan Kurikulum dan Martabat Bangsa. Tersedia: http://sawali.onfo/2007/07/15/perubahan-kurikulum-dan-martabat-bangsa/. (10 Desember 2009)

Sukorini,Indriati. (2009). Dampak Perubahan Kurikulum Pendidikan terhadap Mutu Pendidikan di Indonesia. Tersedia: http://indriatisukorini.wordpress.com/2009/03/16/indryktp08-6/. (10 Desember 2009)

Susanti, Arinda. (2007). Guru dalam Era Perubahan. Tersedia: http://www.sman1-trk.com/buka/karya.php?op=tarakam&mid=144/. (16 Desember 2009)
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Koopeartive learning dan e-learning

BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG MASALAH

Menurut UNESCO, pembelajaran yang efektif pada abad ini harus diorientasikan pada empat pilar yaitu, (1) learning to know, (2) learning to do, (3) learning to be, dan (4) learning to live together. Keempatnya dapat diuraikan bahwa dalam proses pendidikan melalui berbagai kegiatan pembelajaran peserta didik diarahkan untuk memperoleh pengetahuan tentang sesuatu, menerapkan atau mengaplikasikan apa yang diketahuinya tersebut guna menjadikan dirinya sebagai seseorang yang lebih baik dalam kehidupan sosial bersama orang lain.
Lebih lanjut, dalam rangka merealisasikan ‘learning to know’, guru memiliki berbagai fungsi yang di antaranya adalah sebagai fasilitator, yaitu sebagai teman sejawat dalam berdialog dan berdiskusi dengan siswa guna mengembangkan penguasaan pengetahuan maupun ilmu tertentu. Learning to do (belajar untuk melakukan sesuatu) akan bisa berjalan jika sekolah memfasilitasi siswa untuk mengaplikasikan keterampilan yang dimilikinya sehingga dapat berkembang dan dapat mendukung keberhasilan siswa nantinya.

Learning to be (belajar untuk menjadi seseorang) erat hubungannya dengan bakat dan minat, perkembangan fisik dan kejiwaan, tipologi pribadi anak serta kondisi lingkungannya. Bagi anak yang agresif, proses pengembangan diri akan berjalan bila diberi kesempatan cukup luas untuk berkreasi. Sebaliknya, bagi anak yang pasif peran guru pengarah dan fasilitator sangat dibutuhkan untuk menumbuhkan kepercayaan dirinya dalam kegiatan belajar dan pengembangan diri. Selanjutnya, kebiasaan hidup bersama, saling menghargai, terbuka, memberi dan menerima perlu ditumbuhkembangkan termasuk dalam proses belajar mengajar di sekolah. Kondisi seperti ini memungkinkan terjadinya proses ‘learning to live together’ (belajar untuk menjalani kehidupan bersama).
Dalam pelaksanaannya, tujuan belajar yang utama ialah bahwa apa yang dipelajari itu berguna di kemudian hari, yakni membantu kita untuk dapat belajar terus dengan cara yang lebih mudah, sehingga tercapai proses pembelajaran seumur hidup (long life education). Untuk mewujudkan hal ini, sangat dibutuhkan kerjasama antara berbagai pihak, terutama antara peserta didik atau siswa dengan pendidik atau guru. Peran guru sebagai pendidik sangat penting; oleh karena itulah, guru dituntut dapat menerapkan berbagai metode yang efektif dan menarik bagi siswa dalam proses penyampaian materi pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang aktif dan interaktif adalah model pembelajaran kooperatif (cooperative learning) karena melibatkan seluruh peserta didik dalam bentuk kelompok-kelompok. Ada sejumlah hal yang harus dipahami oleh pendidik atau guru sebelum mengaplikasikan metode ini dalam proses pembelajaran di kelas.
Selain pembelajaran kooperatif, dalam mengimplementasikan pembelajaran yang efektif kemajuan suatu bangsa dapat menjadi salah satu indikator. Ini dapat dilihat dari perkembangan dunia pendidikan pada bangsa tersebut. Kemajuan pendidikan juga menggambarkan tingkat tingginya kebudayaan suatu bangsa. Kemajuan sektor pendidikan akan berpengaruh cukup signifikan terhadap kemajuan suatu bangsa, khususnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Demikian pula sebaliknya kemajuan suatu bangsa berpengaruh yang cukup signifikan pula terhadap sektor pendidikannya. Kecanggihan teknologi dan informasi menjadikan siswa tidak bisa mengandalkan pembelajaran yang di kasih oleh guru saja. Mereka harus kreatif dalam memperoleh informasi yang mereka perlukan untuk dapat berkompetensi dengan dunia luar.

Salah satu inovasi yang perlu dilakukan adalah dengan model pembelajaran e-learning. Hal ini perlu dilakukan sebab dalam kegiatan pembelajaran inilah transfer berbagai kompetensi berlangsung. Sesuai dengan kondisi saat ini dimana perkembangan teknologi sangat pesat, khususnya di bidang teknologi informasi. Jadi sudah merupakan keharusan untuk memanfaatkan teknologi informasi tersebut ke dalam dunia pendidikan khususnya di Sekolah Dasar.

Sesuai pernyataan dia atas, penulis akan membahas tentang “Pembelajaran Kooperatif Learning dan Pembelajaran E-learning”.

2. RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud dengan pengertian kooperative learning dan e-learning?

2. Prinsip – prinsip apa yang terdapat dalam pembelajaran kooperatiif dan e-learning?
3. Bagaimana penerapan model pembelajaran kooperatif dan e-learning?
4. Apa yang menjadi tujuan dalam pembelajaran kooperatif dan e-learning?
5. Bagaimana langkah – langkah dalam melaksanakan pembelajaran kooperatif?



3. TUJUAN MAKALAH

Makalah ini disusun dengan tujuan mendeskripsikan:

1. Pengertian kooperative learning dan e-learning
2. Prinsip – prinsip yang terdapat dalam pembelajaran kooperatiif dan e-learning
3. Penerapan model pembelajaran kooperatif dan e-learning
4. Tujuan dalam pembelajaran kooperatif dan e-learning
5. Langkah – langkah dalam melaksanakan pembelajaran kooperatif



4. KEGUNAAN MAKALAH

Makalah ini dibuat untuk menambah khazanah keilmuan. Diharapkan sebagai wahana menambah wawasan tentang homeschooling bagi pembaca dan sebagai sarana menambah keilmuan bagi penulis pada khususnya.

5. PROSEDUR MAKALAH

Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan studi pustaka dengan metode browsing dari internet. Penulis menganalisis, mengumpulkan, serta memahami data-data yang ada sebagai bahan utama penulisan makalah ini. Metode yang digunakan dalam penyusunan makalah ini adalah metode deskripsi yaitu dengan cara mendeskripsi kan informasi – informasi yang penulis dapat dari studi pustaka.

BAB II

PEMBAHASAN

1. Pembelajaran Kooperatif

1. Pengertian

Model Pembelajaran pembelajaran kooperatif (MPCL) beranjak dari dasar pemikiran "getting better together", yang menekankan pada pemberian kesempatan belajar yang lebih luas dan suasana yang kondusif kepada siswa untuk memperoleh, dan mengembangkan pengetahuan, sikap, nilai, serta keterampilan-keterampilan sosial yang bermanfaat bagi kehidupannya di masyarakat.

Melalui MPCL, siswa bukan hanya belajar dan menerima apa yang disajikan oleh guru dalam PBM, melainkan bisa juga belajar dari siswa lainnya, dan sekaligus mempunyai kesempatan untuk membelajarkan siswa yang lain. Proses pembelajaran dengan MPCL ini mampu merangsang dan menggugah potensi siswa secara optimal dalam suasana belajar pada kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 2 sampai 6 orang siswa. Pada saat siswa belajar dalam kelompok akan berkembang suasana belajar yang terbuka dalam dimensi kesejawatan, karena pada saat itu akan terjadi proses belajar kolaboratif dalam hubungan pribadi yang saling membutuhkan. Pada saat itu juga siswa yang belajar dalam kelompok kecil akan tumbuh dan berkembang pola belajar tutor sebaya (peer group) dan belajar secara bekerjasama (cooperative).

Definisi lain dikemukakan oleh Roger T. Johnson dan David W. Johnson (http://www.co_operation.org), bahwa:

“Cooperative learning is a relationship in a group of students that requires positive interdependence (a sense of sink or swim together), individual accountability (each of us has to contribute and learn), interpersonal skills (communication, fruit, leadership, decision making, and conflict resolution), face to face promotive interaction and processing (reflection on how well the team is functioning and how to function even better)”.

Pada definsi diatas terkandung pemahaman bahwa dalam belajar kooperatif tercipta kerjasama yang baik antar anggota team ada ketergantungan saling memerlukan yang positip (menanamkan rasa kebersamaan), tanggung jawab masing-masing anggota (setiap anggota memiliki sumbangan dan belajar), keterampilan hubungan antar person (komunikasi, keberhasilan, kepemimpinan, membuat keputusan, dan penyelesaian konflik), tatap muka menaikkan interaksi dan pengolahan data.

Selain itu, Slavin berpendapat bahwa: Belajar bekerjasama berkenaan dengan berbagai macam metode pembelajaran yang perwujudan realnya siswa bekerja dalam group-group kecil dan saling membantu belajar materi akademis. Dalam kerjasama dalam bentuk kelas, partisipasi yang diharapkan dari siswa adalah saling membantu satu sama lain, berdiskusi dan berargumentasi satu sama lain, saling menilai pengetahuan dan perbedaan pemahaman satu sama lain.

Dari pengertian-pengertian tersebut dapat ditarik simpulan bahwa dalam pembelajaran kooperatif memiliki unsur-unsur:

1. Siswa belajar dalam kelompok kecil yang beranggotakan 4 sampai 5 orang untuk efektifitas kelompok dalam belajar. Anggota kelompok yang terlalu besar tidak menjamin adanya kerja belajar yang efektif.
2. Setiap anggota kelompok memiliki rasa ketergantungan dalam kelompok, keberhasilan kelompok sangat ditentukan oleh kekompakan anggota-anggota dalam kelompok tersebut.
3. Diperlukan tanggung jawab masing-masing anggota kelompok, kesadaran tanggung jawab masing-masing anggota kelompok dalam belajar sangat mendukung keberhasilan kelompok.
4. Terdapat kegiatan komunikasi tatap muka baik antar anggota kelompok daslam kelompok maupun antar kelompok. Adanya komunikasi ini dapat mendorong terjadinya interaksi positip, sesama siswa dapat lebih saling mengenal, masing-masing siswa saling menghargai pendapat teman, menerima kelebihan dan kekurangan teman apa adanya, menghargai perbedaan pendapat yang selalu terjadi dalam kehidupan. Siswa saling asah, saling asih dan saling asuh.
5. Anggota-anggota kelompok berlatih untuk mengevalusi pedapat teman, melalui adu argumentasi, belajar menerima hasil evaluasi dari teman sesama anggota kelompok, pada akhirnya dapat menumbuhkan rasa toleransi pendapat dan bergaul dalam hidup bermasyarakat.

Dari 5 hal di atas dapat ditarik simpulan bahwa lewat pembelajaran kooperatif, di samping diperoleh pencapaian aspek akademik yang tinggi di kalangan siswa, juga bermakna dalam membantu guru dalam mencapai tujuan pembelajaran yang berdimensi sosial dalam hubungannya dengan sesama.

2. Prinsip Dasar dan Karakteristik Model Pembelajaran Kooperatif

1. Prinsip Dasar Pembelajaran Kooperatif

Didalam model pembelajaran kooperatif, kita tidak dapat dilaksanakan secara sembarangan. Seperti halnya model pembelajaran yang lain, dalam pembelajaran kooperatif juga terdapat beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran terpadu di Sekolah Dasar. Lungdren (Ariwinata, http://ariwinata.blogspot.com/.....) menyatakan agar pengajaran dan pembelajaran lebih efektif, maka guru juga harus menguasai dan mengenal prinsip-prinsip kooperatif learning di antaranya adalah :

1. Siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka tenggelam dan berenang bersama;
2. Siswa memiliki tanggung jawab terhadap siswa lain dalam kelompoknya, disamping tanggung jawab terhadap diri sendiri dalam mempelajari materi yang dihadapi;
3. Siswa harus berpandangan bahwa mereka semuanya memiliki tujuan yang sama;
4. Siswa harus berbagi tugas dan berbagi tanggung jawab sama besarnya di antara para anggota kelompok;
5. Siswa akan diberi suatu evaluasi atau penghargaan, yang akan ikut berpengaruh terhadap evaluasi seluruh anggota kelompok;
6. Siswa berbagi kepemimpinan, sementara mereka memperoleh keterampilan bekerja sama selama belajar;
7. Siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang dipelajari dalam kelompok kooperatif.



2. Karakteristik Pembelajaran Kooperatif

Sebelum mengimplementasikan pembelejaran kooperatif ini, selayaknya mengetahui dan memahami pula karakteristik dan prinsip dari kooperatif dalam pengajaran dan pembelajarannya. Beberapa pendapat pakar tentang karakteristik pembelajaran kooperatif yang harus dikemukakan, seperti dikatakan secara rinci oleh Arend (Ariwinata, http://ariwinata.blogspot.com/.....) mengemukakan bahwa karakteristik strategi belajar kooperatif adalah,

1. siswa bekerja dalam kelompok kooperatif untuk menguasai materi akademis,
2. anggota-anggota dalam kelompok diatur terdiri dari siswa yang berkemampuan rendah, sedang, dan tinggi,
3. jika memungkinkan, masing-masing anggota kelompok kooperatif berbeda suku, budaya, dan jenis kelamin, dan
4. sistem penghargaan yang berorientasi kepada kelompok daripada individu.

Menurut karakteristik diatas, ini menandakan belajar kooperatif didasarkan kepada konstruktivisme, yaitu bahwa pengetahuan merupakan hasil penemuan sosial dan sekaligus merupakan faktor dalam perubahan sosial.

Sedangkan menurut Slavin mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif memiliki sejumlah karakteristik tertentu yang membedakan dengan pembelajaran lain dan karakteristik tersebut dapat diuraikan berikut ini. (Ariwinata, http://ariwinata.blogspot.com/.....)

1. Mengacu kepada keberhasilan kelompok

Keberhasilan kelompok adalah kemenangan kelompok dalam kompetisi pada suatu kegiatan pembelajaran (seperti halnya tipe STAD). Keberhasilan kelompok dicapai bersama oleh semua anggota kelompok.

2. Menekankan peranan anggota

Setiap anggota dalam kelompok memiliki tugas dan fungsi yang jelas, artinya anggota kelompok berperan sebagai pendorong, pendamai, pemberi keputusan, atau perumus;

3. Mengandalkan sumber atau bahan

Sumber dan bahan yang akan dipelajari dibagi secara merata untuk setiap anggota kelompok. Bahan peiajaran yang dimaksudkan adalah berupa bahan bacaan buku sumber yang berkenaan dengan materi pelajaran yang akan diajarkan;

4. Menekankan interaksi

Setiap anggota kelompok berinteraksi secara tatap muka dalam kelompok secara terarah dan memanggil teman dengan menyebut nama.

5. Mengutamakan tanggung jawab individu.

Kemenangan kelompok bergantung kepada hasil belajar individu terhadap pemahaman materi pembelajaran. Setiap anggota kelompok membimbing satu sama lain terhadap bahan pembelajaran yang belum dipahami. Setelah semua anggota kelompok memahami bahan pembelajaran, maka angota kelompok siap untuk melaksanakan tes (kuis) pada akhir perternuan.

6. Menciptakan peluang kemenangan bersama

Setiap siswa memberikan sumbangan kepada kelompoknya berupa nilai hasil belajarnya. Hal ini dapat dilakukan dengan cara setiap anggota kelompok berusaha memperoleh yang terbaik;

7. Mengutamakan hubungan pribadi.

Semua anggota kelompok perlu bergaul satu sama lain dan saling tolong menolong dalam belajar kelompok;

8. Menitikberatkan kepada kepemimpinan.

Setiap siswa berhak untuk bicara dan memiliki tugas sendiri-sendiri. Guru bertindak sebagai pembimbing (tutor) pada waktu setiap pembelajaran berlangsung; dan

9. Menekankan penilaian atau penghargaan kelompok.

Penilaian kelompok diberikan pada usaha bersama dengan anggota kelompok dan penghargaan kelompok biasanya diberikan apabila suatu kelompok menang atau menjuarai permainan antar kelompok.

3. Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Tujuan utama dalam pengembangan model pembelajaran pembelajaran kooperatif adalah belajar kelompok bersama teman-temannya dengan cara saling menghargai pendapat dan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mengemukakan gagasannya dengan cara menyampaikan pendapat mereka dengan berkumpul secara berkelompok. Slavin, (1994) menyebutkan bahwa tujuan dari pembelajaran coorperative learning adalah menciptakan situasi dimana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya. Selain itu, tujuan dari pembelajran kooperatif yaitu:

1. Agar meningkatkan motivasi , produktivitas dan hasil belajar dalam bekerja secara bersama-sama di sesama anggota kelompok
2. Akan berkembang suasana belajar yang terbuka dalam dimensi kesejawatan, karena pada saat itu akan terjadi proses belajar kolaboratif dalam hubungan pribadi yang saling membutuhkan.Pada saat itu juga siswa yang belajar dalam kelompok kecil akan tumbuh dan berkembang pola belajar tutor sebaya (peer group) dan belajar secara bekerjasama (cooperative).
3. Dengan model pembelajaran pembelajaran kooperatif siswa bukan hanya belajar dan menerapkan apa yang disajikan oleh guru dalam proses belajar mengajar melainkan bisa juga belajar dari siswa lainnya dan sekaligus mempunyai kesempatan untuk membelajarkan siswa yang lain.
4. Dengan suasana kelas yang demokratis, yang saling membelajarkan memberi kesempatan peluang lebih besar dalam memberdayakan potensi siswa secara maksimal.

Menurut Ibrahim, et al (2000) yaitu Model pembelajaran kooperative dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting , yaitu:

1. Hasil belajar akademik

Dalam belajar kooperatif meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis penting lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Di samping mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar, pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik.

2. Penerimaan terhadap perbedaan individu

Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan ditentukan atau dipengaruhi saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain.

3. Pengembangan keterampilan sosial

Tujuan ini mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilan-keterampilan sosial, penting dimiliki oleh siswa sebab saat ini banyak anak muda masih kurang dalam keterampilan sosial.

4. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif
1. Kelebihan Pembelajaran Koperatif

Menurut Anonim (http://community.um.ac.id/....) kelebihan dari pembelajaran kooperatif yaitu:

1. Dilihat dari aspek siswa, pembelajaran ini dapat memberi peluang kepada siswa agar mengemukakan dan membahas suatu pandangan, pengalaman, yang diperoleh siswa belajar secara bekerja sama dalam merumuskan ke arah satu pandangan kelompok.
2. Siswa memungkinkan dapat meraih keberhasilan dalam belajar, di samping itu juga bisa melatih siswa untuk memiliki keterampilan, baik keterampilan berpikir (thinking skill) maupun keterampilan sosial (social skill) seperti keterampilan untuk mengemukakan pendapat, menerima saran dan masukan dari orang lain, bekerjasama, rasa setia kawan, dan mengurangi timbulnya perilaku yang menyimpang dalam kehidupan kelas. Model pembelajaran ini memungkinkan siswa untuk mengembangkan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan secara penuh dalam suasana belajar yang terbuka dan demokratis. Siswa bukan lagi sebagai objek pembelajaran namun bisa juga berperan sebagai tutor bagi teman sebayanya.
3. Siswa yang belajar dengan mengunakan metode pembelajaran koperatif akan memiliki motivasi yang tinggi karena didorong dan didukung dari rekan sebaya.
4. Pembelajaran kooperatif juga menghasilkan peningkatan kemampuan akademik, meningkatkan kemampuan berpikir kritis, membentuk hubungan persahabatan, menimba berbagai informasi, belajar menggunakan sopan-santun, meningkatkan motivasi siswa memperbaiki sikap terhadap sekolah dan belajar mengurangi tingkah laku yang kurang baik, serta membantu siswa dalam menghargai pokok pikran orang lain
5. Stahl et.al (1994), mengemukakan bahwa melalui model pembelajaran kooperatif siswa dapat memperoleh pengetahuan, kecakapan sebagai pertimbangan untuk berpikir dan menentukan serta berbuat dan berpartisipasi sosial.
6. Siswa yang bersama-sama bekerja dalam kelompok akan menimbulkan persahabatan yang akrab, yang terbentuk dikalangan siswa. Hal ini sangat berpengaruh pada tingkah laku atau kegiatan masing-masing secara individual, kerjasama antar siswa dalam kegiatan belajar.
7. Metode ini dapat memberikan berbagai pengalaman. Mereka lebih banyak mendapatkan kesempatan berbicara, inisiatif, menentukan pilihan dan secara umum mengembangkan kebiasaan yang baik.

2. kekurangan Pembelajaran kooperatif.

Menurut Anonim (http://community.um.ac.id/....) kekurangan model pembelajaran pembelajaran kooperatif bersumber pada dua faktor yaitu faktor dari dalam (intern) dan faktor dari luar (ekstern). Faktor dari dalam yaitu sebagai berikut:

1. Guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, disamping itu memerlukan lebih banyak tenaga, pemikran dan waktu;
2. Agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar maka dibutuhkan dukungan fasilitas, alat dan biaya yang cukup memadai;
3. Selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada kecenderungan topik permasalahan yang sedang dibahas meluas. Sehingga banyak yang tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan;
4. Saat diskusi kelas, terkadang didominasi oleh seseorang, hal ini mengakibatkan siswa yang lain menjadi pasif.



5. Langkah – Langkah Pembelaajaran Kooperatif

Secara garis besar, terdapat 6 (enam) langkah model pembelajaran kooperative, yaitu sebagai berikut. (Faiq,http://penelitiantindakankelas.blogspot.com/.....)
Fase Langkah – Lahgkah Kegiatan Guru
1 Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa untuk belajar.
2 Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demontrasi atau lewat bahan bacaan (literatur)
3 Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien
4 Membimbing kelompok bekerja dan belajar Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.
5 Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
6 Memberikan penghargaan Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.


Pada dasarnya, kegiatan pembelajaran dipilahkan menjadi empat langkah, yaitu; orientasi, bekerja kelompok, kuis, dan pemberian penghargaan. Setiap langkah dapat dikembangkan lebih lanjut oleh para guru dengan berpegang pada hakekat setiap langkah sebagai berikut.(Zakaria, http://cvrahmat.blogspot.com/....)

1. Orientasi

Setiap kegiatan harus diawali dengan orientasi supaya untuk memahami dan menyepakati bersama tentang apa yang akan dipelajari serta bagaimana strategi pembelajarannya. Guru mengkomunikasikan tujuan, materi, waktu, langkah - langkah serta hasil akhir yang diharapkan dikuasai oleh siswa, serta sistem penilaiannya. Pada langkah ini siswa diberi kesempatan untuk mengungkapkan pendapatnya tentang apa saja, termasuk cara kerja dan hasil akhir yang diharapkan atau sistem penilaiannya. Negosiasi dapat terjadi antara guru dan siswa, namun pada akhir orientasi diharapkan sudah terjadi kesepakatan bersama.

2. Kerja kelompok

Pada tahap ini siswa melakukan kerja kelompok sebagai inti kegiatan pembelajaran. Kerja kelompok dapat dalam bentuk kegiatan memecahkan masalah, atau memahami dan menerapkan suatu konsep yang dipelajari. Kerja kelompok dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti berdiskusi, melakukan ekslporasi, observasi, percobaan, browsing lewat internet, dan sebagainya. Waktu untuk bekerja kelompok disesuaikan dengan luas dan dalamnya materi yang harus dikerjakan. Kegiatan yang memerlukan waktu lama dapat dilakukan di luar jam pelajaran, sedangkan kegiatan yang memerlukan sedikit waktu dapat dilakukan pada jam pelajaran. Agar kegiatan kelompok terarah, perlu diberikan panduan singkat sebagai pedoman kegiatan. Sebaiknya panduan ini disiapkan oleh guru. Panduan harus memuat tujuan, materi, waktu, cara kerja kelompok dan tanggung jawab masing-masing anggota kelompok, serta hasil akhir yang diharapkan dapat dicapai. Misalnya, siswa diharapkan dapat mengembangkan media tepat guna dalam pembelajaran. Untuk itu, siswa secara bersama-sama perlu berdiskusi, melakukan analisis terhadap komponen-komponen pembelajaran seperti; kompetensi apa yang diharapkan dicapai oleh peserta didik, materi apa yang dipelajari, strategi pembelajaran yang digunakan, serta bentuk evaluasinya. Siswa juga melakukan eksplorasi untuk mengembangkan media. Eksplorasi dapat dilakukan secara individual atau kelompok sesuai kesepakatan. Hasil eksplorasi dibahas dalam kelompok untuk menghasilkan media-media pembelajaran yang sesuai untuk mencapai tujuan pembelajaran. Guru berperan sebagai fasilitator dan dinamisator bagi masing-masing kelompok, dengan cara melakukan pemantauan terhadap kegiatan belajar siswa, mengarahkan ketrampilan kerjasama, dan memberikan bantuan pada saat diperlukan.

3. Tes/Kuis

Pada akhir kegiatan kelompok diharapkan semua siswa telah mampu memahami konsep/topik/masalah yang sudah dikaji bersama. Kemudian masing-masing siswa menjawab tes atau kuis untuk mengetahui pemahaman mereka terhadap konsep/topik/ masalah yang dikaji. Penilaian individu ini mencakup penguasaan ranah kognitif, afektif dan ketrampilan. Misalnya, bagaimana melakukan analisis pembelajaran? Mengapa perlu melakukan analisis pembelajaran sebelum mengembangkan media? Siswa dapat juga diminta membuat prototype media tepatguna yang memiliki tingkat interaktif tinggi dalam pembelajaran.dsb

4. Penghargaan kelompok

Langkah ini dimaksudkan untuk memberikan penghargaan kepada kelompok yang berhasil memperoleh kenaikan skor dalam tes individu. Kenaikan skor dihitung dari selisih antara skor dasar dengan sekor tes individual. Menghitung skor yang didapat masing-masing kelompok dengan cara menjumlahkan skor yang didapat siswa di dalam kelompok tersebut kemudian dihitung rata-ratanya. Selanjutnya berdasarkan skor rata-rata tersebut ditentukan penghargaan masing-masing kelompok. Misalnya, bagi kelompok yang mendapat rata-rata kenaikan skor sampai dengan 15 mendapat penghargaan sebagai “Good Team”. Kenaikan skor lebih dari 15 hingga 20 mendapat penghargaan “Great Team”. Sedangkan kenaikan skor lebih dari 20 sampai 30 mendapat penghargaan sebagai “Super Team”. Anggota kelompok pada periode tertentu dapat diputar, sehingga dalam satu satuan waktu pembelajaran anggota kelompok dapat diputar 2-3 kali putaran. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan dinamika kelompok di antara anggota kelompok dalam kelompok tersebut. Di akhir tatap muka guru memberikan kesimpulan terhadap materi yang telah dibahas pada pertemuan itu, sehingga terdapat kesamaan pemahaman pada semua siswa.

5. Evaluasi

Evaluasi belajar dilakukan pada awal pelajaran sebagai prates, selama pembelajaran, serta hasil akhir belajar siswa baik individu maupun kelompok. Selama proses pembelajaran, evaluasi dilakukan dengan mengamati sikap, ketrampilan dan kemampuan berpikir serta berkomunikasi siswa. Kesungguhan mengerjakan tugas, hasil eksplorasi, kemampuan berpikir kritis dan logis dalam memberikan pandangan atau argumentasi, kemauan untuk bekerja sama dan memikul tanggung jawab bersama, merupakan contoh aspek-aspek yang dapat dinilai selama proses pembelajaran berlangsung. Sedangkan prosedur evaluasi:

1. Penilaian individu adalah evaluasi terhadap tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang dikaji, meliputi ranah kognitif, afektif, dan ketrampilan.
2. Penilaian kelompok meliputi berbagai indikator keberhasilan kelompok seperti, kekohesifan, pengambilan keputusan, kerjasama, dsb.
3. Kriteria penilaian dapat disepakati bersama pada waktu orientasi. Kriteria ini diperlukan sebagai pedoman guru dan siswa dalam upaya mencapai keberhasilam belajar, apakah sudah sesuai dengan kompetensi yang telah ditentukan.





6. Tipe – Tipe Model Pembelajaran Kooperatif dan Langkah Pengaplikasiannya
1. Student Team Achievement Division (STAD)

Metode pengajaran STAD (Student Teams Achievement Division) adalah salah satu metode pengajaran yang dikemukakan oleh Slavin, RE (1985). Metode pengajaran ini merupakan teori belajar konstruktivisme yang berdasarkan pada teori belajar kognitif. Dalam hal ini para pendidik berfungsi sebagai fasilitator bukan sebagai pemberi informasi. Pendidik cukup menciptakan kondisi lingkungan belajar yang kondusif bagi peserta didiknya. Secara umum pembelajaran kooperatif STAD terdiri dari lima komponen utama, yaitu :

1. Presentasi kelas

Materi dalam STAD adalah pengenalan awal dalam presentasi kelas. Presentasi kelas ini bisa dilakukan secara pengajaran langsung / pengajaran diskusi dengan guru, tetapi bisa juga dalam acara presentasi dengan menggunakan audiovisual. Presentasi kelas dalam STAD berbeda dengan pengajaran pada umumnya, karena dalam STAD ada penekanan suatu materi. Dengan cara ini, siswa dituntut untuk bersungguh-sungguh dalam memperhatikan materi yang diberikan oleh guru dalam presentasi kelas, karena akan membantu dalam mengerjakan kuis dan menentukan skor dari pengerjaan kuis yang nantinya akan mempengaruhi skor dari tim mereka.

2. Tim / kelompok

Tim terdiri dari 4 – 5 siswa yang mewakili bagiannya dari kelas dalam menjalankan aktivitas, baik akademik, jenis kelamin, dan suku atau ethnik. Fungsi utama dari tim adalah membentuk semua tim agar mengingat materi yang telah diberikan dan lebih memahami materi yang nantinya digunakan dalam persiapan mengerjakan kuis sehingga bisa mengerjakan dengan baik. Sesudah guru mempresentasikan materi, tim segera mempelajari lembar kerja atau materi yang lain. Dalam hal ini siswa biasanya menggunakan cara pembelajaran diskusi tentang masalah-masalah yang ada, membandingkan soal-soal yang ada dan mengoreksi beberapa miskonsepsi jika dalam tim mengalami kesalahan. Tim merupakan hal yang penting yang perlu ditonjolkan dalam STAD. Dalam setiap langkah, titik beratnya terletak pada ingatan tim agar bisa bekerja yang terbaik demi timnya dan cara yang terbaik dalam tim adalah dengan adanya kerja sama yang baik.

* Kuis

Setelah kurang lebih 1 – 2 periode dari presentasi guru dan 1 – 2 periode dari kerja tim, siswa mengerjakan kuis secara sendiri-sendiri / individu. Siswa tidak diijinkan meminta bantuan pada siswa lain dalam mengerjakan kuis. Hal ini digunakan untuk mengetahui pemahaman materi setiap individu.

* Skor perbaikan individu

Maksud dari perbaikan skor individu ini adalah memberikan nilai pada setiap siswa yang dapat dicapai jika mereka bekerja keras dan mengerjakannya hingga selesai. Beberapa siswa dapat memperoleh nilai maksimal untuk kelompoknya dalam memberikan skor, tetapi tidak semua siswa dapat 15 mengerjakan dengan baik. Masing-masing siswa diberikan skor “cukup” yang berasal dari rata-rata siswa pada kuis yang sama. Setelah siswa mendapatkan nilai, maka siswa berhak mendapatkan urutan tingkatan nilai dari skor kuis

dan berusaha untuk melampaui skor cukup.

* Pengakuan kelompok

Tim akan mendapatkan sertifikat/penghargaan atau sejenisnya jika dapat melampaui kriteria yang telah ditentukan. Skor tim siswa akan digunakan untuk menentukan tingkatan kemampuan pemahaman mereka.

2. Jigsaw

Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ini pertama kali dikembangkan oleh Aronson dkk. Langkah-langkah mengaplikasikan tipe Jigsaw dalam proses pembelajaran adalah sebagai berikut:

1. Guru membagi suatu kelas menjadi beberapa kelompok, dengan setiap kelompok terdiri dari 4-6 siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda baik tingkat kemampuan tinggi, sedang, dan rendah serta jika mungkin anggota berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda tetapi tetap mengutamakan kesetaraan jender. Kelompok ini disebut kelompok asal. Jumlah anggota dalam kelompok asal menyesuaikan dengan jumlah bagian materi pelajaran yang akan dipelajari siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Dalam tipe Jigsaw ini, setiap siswa diberi tugas mempelajari salah satu bagian materi pembelajaran tersebut. Semua siswa dengan materi pembelajaran yang sama belajar bersama dalam kelompok yang disebut kelompok ahli (Counterpart Group/CG). Dalam kelompok ahli, siswa mendiskusikan bagian materi pembelajaran yang sama, serta menyusun rencana bagaimana menyampaikan kepada temannya jika kembali ke kelompok asal. Kelompok asal ini oleh Aronson disebut kelompok jigsaw (gigi gergaji).
2. Setelah siswa berdiskusi dalam kelompok ahli maupun kelompok asal, selanjutnya dilakukan presentasi masing-masing kelompok atau dilakukan pengundian salah satu kelompok untuk menyajikan hasil diskusi kelompok yang telah dilakukan agar guru dapat menyamakan persepsi pada materi pembelajaran yang telah didiskusikan.
3. Guru memberikan kuis untuk siswa secara individual.
4. Guru memberikan penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya (terkini).
5. Materi sebaiknya secara alami dapat dibagi menjadi beberapa bagian materi pembelajaran.
6. Perlu diperhatikan bahwa jika menggunakan tipe Jigsaw untuk belajar materi baru, perlu dipersiapkan suatu tuntunan dan isi materi yang runtut serta cukup sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.



3. Numbered Heads Together (NHT)

Model ini dikembangkan oleh Spencer Kagan dengan melibatkan para siswa dalam mereview bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka mengenai isi materi pelajaran tersebut. Sebagai pengganti pertanyaan langsung kepada seluruh kelas, guru menggunakan langkah sebagai berikut:
Fase Langkah Kegiatan
1 Penomoran (Numbering) Guru membagi siswa ke dalam beberapa kelompok yang beranggotakan 3-5 orang dan memberi mereka nomor sehingga setiap siswa dalam kelompok tersebut mempunyai nomor yang berbeda
2 Pengajuan Pertanyaan (Questioning) Guru mengajukan pertanyaan kepada para siswa. Pertanyan dapat bervariasidari yang bersifat spesifik hingga yang bersifat umum
3 Berpikir Bersama (Head Together) Para siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa tiap orang mengetahui jawaban tersebut
4 Pemberian Jawaban (Answering) Guru menyebut satu nomor dan para siswa setiap kelompok dari nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban untuk seluruh kelas.


4. Teams Games-Tournament (TGT)

Model pembelajaran ini pada dasarnya sama dengan STAD, perbedaannya pada model TGT tidak terdapat kuis tapi ada pertandingan akademik atau perlombaan. Aktifitas belajar dengan perlombaan yang dirancang memungkinkan siswa dapat belajar lebih bersemangat dan bergairah disamping menumbuhkan tanggungjawab, kerjasama, persaingan serta keterlibatan belajar. Pembelajaran model TGT ini mempunyai kelebihan yaitu: keterlibatan siswa dalam belajar tinggi, siswa menjadi bersemangat dalam belajar, pengetahuan siswa bukan hanya semata-mata dari guru tapi melalui konstrukksi sendiri oleh siswa, dapat menumbuhkan sikap-sikap positif dalam diri siswa seperti kerjasama, toleransi, bisa menerima pendapat orang lain dan lain-lain, sedangkan kelemahannya bagi para guru membutuhkan waktu yang relatif lama, butuh sarana prasarana yang memadai, dapat menimbulkan suara gaduh dan siswa terbiasa belajar bila diberikan hadiah.




5. Group Investigation (GI)

Model ini dirancang oleh Herbert Thelen dan dikembangkan oleh Sharan dan kawan-kawan dari Universitas Tel Aviv. Dibanding dengan model kooperatif lainnya, model GI dianggap paling kompleks dan paling sulit karena melibatkan siswa sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Metode ini menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun ketrampilan proses kelompok. Para guru yang menggunakan metode GI umumnya membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 5-6 orang dengan karakteristik yang heterogen. Pembagian kelompok dapat juga berdasarkan kesenangan berteman atau kesamaan minat terhadap topik tertentu. Para siswa memilih topik yang akan dipelajarinya, mengikuti investigasi mendalam terhadap sub topik yang dipilih, kemudian menyiapkan dan menyajikan laporan di depan kelas secara keseluruhan. Langkah-langkah model GI dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Seleksi topik

Para siswa memilih berbagai sub topik dalam wilayah umum yang digambarkan lebih dulu oleh guru. Selanjutnya siswa diorganisasi menjadi kelompok-kelompok yang berorientasi pada tugas yang beranggotakan 2-6 orang

2. Merencanakan kerjasama Para siswa dan guru merencanakan prosedur belajar khusus, tugas dan tujuan umum yang konsisten dengan berbagai topik dan sub topik yang telah dipilih pada langkah (a) di atas.
3. Implementasi

Para siswa melaksanakan rencana yang telah dirumuskan pada langkah (b). Pembelajaran melibatkan berbagai aktifitas dan ketrampilan dengan mendorong siswa untuk menggunakan berbagai sumber. Guru terus- menerus mengikuti kemajuan tiap kelompok dan memberikan bantuan jika diperlukan

4. Analisis dan sintesis

Para siswa menganalisis dan mensintesis berbagai informasi yang diperolehpada langkah (c) dan meringkasnya yang akan disajikan di depan kelas

5. Penyajian hasil akhir

Semua kelompok menyajikan hasilnya dari berbagai topik tersebut agar siswa dalam kelas saling terlibat dengan guru mengkoordinasi presentasi kelompokkelompok tersebut.

6. Evaluasi

Guru dan siswa melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap kelompok terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat mencakup tiap siswa secara individu, kelompok atau keduanya.

6. Team Assisted Individuallization atau Team Accelerated Instruction (TAI)

Merupakan gabungan pembelajaran individual dan kelompok belajar. Dengan TAI siswa bekerja dalam tim yang heterogen bersama dengan siswa lain yang bekerja dengan metode pembelajaran yang berbeda, tetapi siswa mempelajari materi secara individual. Anggota tim saling memeriksa pekerjaan dari masing-masing kertas jawaban. Model pembelajaran ini biasa digunakan dalam pengajaran matematika. Skor tim didasarkan pada angka rata-rata dari satuan yang diselesaikan setiap minggu oleh anggota tim dan didasarkan pada akurasi satuan-satuan pelajaran.

Pembelajaran kooperatif tipe TAI ini dikembangkan oleh Slavin. Tipe ini mengkombinasikan keunggulan pembelajaran kooperatif dan pembelajaran idnidvidual. Tipe ini dirancang untuk mengatasi kesulitan belajar siswa secara individual. Oleh karena itu, kegiatan pembelajarannya lebih banyak digunakan untuk pemecahan masalah, ciri khas pada tipe TAI ini adalah setiap siswa secara individual belajar materi pembelajaran yang sudah dipersiapkan oleh guru. Hasil belajar individual dibawa ke kelompok-kelompok untuk didiskusikan dan saling dibahas oleh anggota kelompok, dan semua anggota kelompok bertanggung jawab atas keseluruhan jawaban sebagai tanggung jawab bersama.

Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe TAI adalah sebagai berikut:

1. Guru memberikan tugas kepada siswa untuk mempelajari materi pembelajaran secara individual yang sudah dipersiapkan oleh guru.
2. Guru memberikan kuis secara individual kepada siswa untuk mendapatkan skor dasar atau skor awal.
3. Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4-5 siswa dengan tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang, dan rendah). Jika mungkin, anggota kelompok terdiri dari ras, budaya, suku yang berbeda tetapi tetap mengutamakan kesetaraan gender.
4. Hasil belajar siswa secara individual didiskusikan dalam kelompok. Dalam diskusi kelompok, setiap anggota kelompok saling memeriksa jawaban teman satu kelompok.
5. Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari.
6. Guru memberikan kuis kepada siswa secara individual.
7. Guru memberi penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya (terkini).



7. Hambatan dalam Pembelajaran dengan Menggunakan Model Kooperatif

Dalam pelaksanaan pembelajaran di sekolah tidaklah selalu berjalan dengan mulus meskipun rencana telah dirancang sedemikian rupa. Hal-hal yang dapat menghambat proses pembelajaran terutama dalam penerapan model pembelajaran Kooperative Learning diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Kurangnya pemahaman guru mengenai penerapan pembelajaran Pembelajaran kooperatif.
2. Jumlah siswa yang terlalu banyak yang mengakibatkan perhatian guru terhadap proses pembelajaran relatif kecil sehingga yang hanya segelintir orang yang menguasai arena kelas, yang lain hanya sebagai penonton.
3. Kurangnya sosialisasi dari pihak terkait tentang teknik pembelajaran Kooperative Learning.
4. Kurangnya buku sumber sebagai media pembelajaran.
5. Terbatasnya pengetahuan siswa akan sistem teknologi dan informasi yang dapat mendukung proses pembelajaran.




2. E – Learning
1. Pengertian E – Learning

E-learning merupakan singkatan dari Elektronic Learning, merupakan cara baru dalam proses belajar mengajar yang menggunakan media elektronik khususnya internet sebagai sistem pembelajarannya. E-learning merupakan dasar dan konsekuensi logis dari perkembangan teknologi informasi dan komunikasi.

E-Learning adalah pembelajaran jarak jauh (distance Learning) yang memanfaatkan teknologi komputer, jaringan komputer dan/atau Internet. E-Learning memungkinkan pembelajar untuk belajar melalui komputer di tempat mereka masing-masing tanpa harus secara fisik pergi mengikuti pelajaran/perkuliahan di kelas. E-Learning sering pula dipahami sebagai suatu bentuk pembelajaran berbasis web yang bisa diakses dari intranet di jaringan lokal atau internet.

Beberapa ahli mencoba menguraikan pengertian e-learning menurut versinya masing-masing, diantaranya (Anonim, http://pendidikan.infogue.com/pengertian_e_learning):

1. Jaya Kumar C. Koran (2002)

e-learning sebagai sembarang pengajaran dan pembelajaran yang menggunakan rangkaian elektronik (LAN, WAN, atau internet) untuk menyampaikan isi pembelajaran, interaksi, atau bimbingan.

2. Dong (dalam Kamarga, 2002)

E-learning sebagai kegiatan belajar asynchronous melalui perangkat dan elektronik komputer yang memperoleh bahan belajar yang sesuai dengan kebutuhannya.

3. Rosenberg (2001)

Menekankan bahwa e-learning merujuk pada penggunaan teknologi internet untuk mengirimkan serangkaian solusi yang dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan

4. Darin E. Hartley [Hartley, 2001]

E-Learning merupakan suatu jenis belajar mengajar yang memungkinkan tersampaikannya bahan ajar ke siswa dengan menggunakan media Internet, Intranet atau media jaringan komputer lain.

5. LearnFrame.Com dalam Glossary of eLearning Terms [Glossary, 2001]

E-Learning adalah sistem pendidikan yang menggunakan aplikasi elektronik untuk mendukung belajar mengajar dengan media Internet, jaringan komputer,maupun komputer standalone.

6. E-learning dalam arti luas bisa mencakup pembelajaran yang dilakukan di media elektronik (internet) baik secara formal maupun informal. E-learning secara formal misalnya adalah pembelajaran dengan kurikulum, silabus, mata pelajaran dan tes yang telah diatur dan disusun berdasarkan jadwal yang telah disepakati pihak-pihak terkait (pengelola e-learning dan pembelajar sendiri). Pembelajaran seperti ini biasanya tingkat interaksinya tinggi dan diwajibkan oleh perusahaan pada karyawannya atau pembelajaran jarak jauh yang dikelola oleh universitas dan perusahaan-perusahaan (biasanya perusahaan konsultan) yang memang bergerak dibidang penyediaan jasa e-learning untuk umum.

Selain itu menurut Thomas Toth (2003; Athabasca University), E-learning adalah semua yang mencakup pemanfaatan komputer dalam menunjang peningkatan kualitas pembelajaran, termasuk di dalamnya penggunaan mobile technologies seperti PDA dan MP3 players. Juga penggunaan teaching materials berbasis web dan hypermedia, multimedia CD-ROM atau web sites, forum diskusi, perangkat lunak kolaboratif, e-mail, blogs, wikis, computer aided assessment, animasi pendidkan, simulasi, permainan, perangkat lunak manajemen pembelajaran, electronic voting systems, dan lain-lain. Juga dapat berupa kombinasi dari penggunaan media yang berbeda. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa sistem atau konsep pendidikan yang memanfaatkan teknologi informasi dalam proses belajar mengajar dapat disebut sebagai suatu e-learning.

E-learning bisa juga dilakukan secara informal dengan interaksi yang lebih sederhana, misalnya melalui sarana mailing list, e-newsletter atau website pribadi, organisasi dan perusahaan yang ingin mensosialisasikan jasa, program, pengetahuan atau keterampilan tertentu pada masyarakat luas (biasanya tanpa memungut biaya).

Sedangkan menurut Rosenberg menyatakan bahwa dalam e- learning terdapat tiga kriteria yang harus diperhatikan, yaitu sebagai berikut.

1. E-learning bersifat jaringan yang membuatnya mampu memperbaiki secara cepat, menyimpn atau memunculkan kembali, mendistribusikan dan sharing pembelajaran infomasi.
2. E-learning dikirimkan kepada pengguna melalui komputer dengan menggunakan standar teknologi internet.
3. E-learning terfokus pada pandangan pembelajaran yang paling luas, solusi pembelajaran yang mengungguli paradigma tradisional dalam pelatihan.



2. Sistem Pembelajaran E – Learning

Implementasi sistem pembelajaran E-learning sangatlah bervariasi dan belum ada standar yang baku. Dari pengamatan pada berbagai sistem pembelajaran berbasis web yang ada, implementasi sistem E-learning bervariasi mulai dari yang sederhana hingga yang terpadu.Yang bersifat sederhana yakni sistem pembelajaran yang hanya sekedar berisi kumpulan bahan pembelajaran yang disimpan di web server dengan fasilitas komunikasi melalui e-mail atau mailing list secara terpisah , sedangkan yang terpadu yaitu berupa portal E-learning yang berisi berbagai obyek pembelajaran yang diperkaya dengan multimedia dan dipadukan dengan sistem informasi akademik, evaluasi, komunikasi, forum diskusi dan berbagai educational tools lainnya.

Dikarenakan belum adanya pola implementasi E-learning yang baku , yaitu terbatasnya sumber daya manusia baik pengembang maupun staf pengajar dalam E-learning , terbatasnya perangkat keras maupun perangkat lunak, terbatasnya biaya dan waktu pengembangan , maka implementasi suatu E-learning dikembangkan secara sederhana ataupun secara terpadu , pemanfaatan sistem E-learning bisa saja digabung dengan sistem pembelajaran konvensional yang dikenal dengan sistem blended learning atau hybrid learning.
Meskipun implementasi sistem E-learning yang ada sekarang ini sangat bervariasi, namun semua itu didasarkan atas suatu prinsip atau konsep bahwa E-learning dimaksudkan sebagai upaya pendistribusian materi pembelajaran melalui media elektronik atau internet sehingga peserta didik dapat mengaksesnya kapan saja dari seluruh penjuru dunia.

Menurut Surjono ( 2009 ) sistem pembelajaran E-Learning dapat diimplementasikan dalam bentuk asynchronous , synchronous , atau campuran antara keduanya. Contoh pembelajaran E-Learning asynchronous banyak dijumpai di internet baik yang sederhana maupun yang terpadu melalui Portal E-Learning. Sedangkan dalam E-learning synchronous, pengajar dan siswa harus berada di depan komputer secara bersama-sama karena proses pembelajaran dilaksanakan secara live , baik melalui video maupun audio conference. Selanjutnya dikenal pula istilah blended learning yakni pembelajaran yang menggabungkan semua bentuk pembelajaran misalnya online , live , maupun tatap muka (konvensional).

Dalam merancang sistem E-learning setidaknya perlu dipertimbangkan dua hal, yakni:

* Peserta didik yang menjadi target
* Hasil pembelajaran yang diharapkan.Pemahaman atas peserta didik sangatlah penting, di mana seorang pengajar harus mengetahui harapan dan tujuan peserta didik dalam mengikuti E-learning, kecepatan dalam mengakses internet, biaya untuk akses internet, serta latar belakang pengetahuan yang menyangkut kesiapan dalam mengikuti pembelajaran secara online.
* Pemahaman atas hasil pembelajaran juga diperlukan demi menentukan cakupan materi, kerangka penilaian hasil belajar, serta pengetahuan awal.



3. Fungsi Pembelajaran E – Learning

Menurut Siahaan (2004), setidaknya ada 3 (tiga) fungsi pembelajaran elektronik terhadap kegiatan pembelajaran di dalam kelas(classroom instruction) :

1. Suplemen (tambahan)

Dikatakan berfungsi sebagai suplemen apabila peserta didik mempunyai kebebasan memilih, apakah akan memanfaatkan materi pembelajaran elektronik atau tidak. Dalam hal ini tidak ada kewajiban/keharusan bagi peserta didik untuk mengakses materi pembelajaran elektronik. Sekalipun sifatnya opsional, peserta didik yang memanfaatkannya tentu akan memiliki tambahan pengetahuan atau wawasan

2. Komplemen (pelengkap)

Dikatakan berfungsi sebagai komplemen apabila materi pembelajaran elektronik diprogramkan untuk melengkapi materi pembelajaran yang diterima peserta didik di dalam kelas. Sebagai komplemen berarti materi pembelajaran elektronik diprogramkan untuk melengkapi materi pengayaan atau remedial. Dikatakan sebagai pengayaan (enrichment), apabila kepada peserta didik yang dapat dengan cepat menguasai/ memahami materi pelajaran yang disampaikan pada saat tatap muka diberi kesempatan untuk mengakses materi pembelajaran elektronik yang memang secara khusus dikembangkan untuk mereka. Tujuannya agar semakin memantapkan tingkat penguasaan terhadap materi pelajaran yang telah diterima di kelas. Dikatakan sebagai program remedial, apabila peserta didik yang mengalami kesulitan memahami materi pelajaran pada saat tatap muka diberikan kesempatan untuk memanfaatkan materi pembelajaran elektronik yang memang secara khusus dirancang untuk mereka. Tujuannya agar peserta didik semakin mudah memahami materi pelajaran yang disajikan di kelas.

3. Substitusi (pengganti)

Dikatakan sebagai substitusi apabila e-learning dilakukan sebagai pengganti kegiatan belajar, misalnya dengan menggunakan model-model kegiatan pembelajaran. Ada 3 (tiga) alternatif model yang dapat dipilih, yakni : (1) sepenuhnya secara tatap muka (konvensional), (2) sebagian secara tatap muka dan sebagian lagi melalui internet, atau bahkan (3) sepenuhnya melalui internet.

4. Penerapan E – Learning

‘E-learning’ dapat menjadikan pembelajaran lebih berkesan / bermakna. Bahan pengajaran dan pembelajaran ‘e-learning’ yang dirancang, disediakan secara profesional dan baik. Mengunakan ciri-ciri multimedia untuk menyampaikan isi pelajaran dengan berkesan dan menarik. Siswa boleh memilih waktu, kandungan serta menurut minat mereka. Siswa tidak perlu malu untuk bertanya dan belajar materi yang rumit secara terus - menerus kali sehingga pemahaman mereka tercapai.

. Perbincangan kelompok yang lebih terancang dan teratur juga dapat dicapai dengan menggunakan teknologi e - learning. ‘ E-learning’ yang dirancang dengan baik dapat menyimpan rekaman pembelajaran yang berkesan dan sistematik untuk rujukan pelajar, guru, mentor atau fasilitator.

Penggunaaan sumber ICT yang terancang, menarik dan isi pelajaran yang berkesan akan menghasilkan pelajar yang mempunyai ciri-ciri yang berikut:

1. Siswa yang lebih bertanggungjawab terhadap pelajarannya
2. Siswa dapat menentukan bahan – bahan yang diperlukan untuk menunjang pembelajarannya
3. Siswa bebas melakukan pencarian materi yang sesuai dengan pembelajaran
4. Siswa dapat membina pengetahuan baru, komunikasi dua arah dan dapat menemukan sendiri materi sehingga siswa lebih kreatif.

Sesuai dengan ciri – ciri ‘e-learning’ diatas serta minat siswa terhadap fungsi- fungsi di dalam internet, maka sudah tiba waktunya e-learning digunakan dengan meluas bagi tujuan pengajaran dan pembelajaran. Jika pelajar dapat dibimbing untuk menggunakan ‘e-learning’ dengan cara yang bermanfaat maka e-learning dapat membantu menghindarikan siswa dari unsur – unsur negatif dari internet .

Ada empat model yang dirancang untuk perlaksanaan ‘e-learning’ di sekolah-sekolah. Setiap model yang dirancang mempunyai kelebihan dan kelemahan masing-masing. Pemilihan model begantung kepada infrastruktur telekomunikasi dan sarana pra sarana yang tersedia di sekolah. Model-model tersebut ialah:

1. Selective Model

Model ini dapat digunakan apabila perangkat komputer di sekolah sangat minim, maka guru dapat menunjukkan kepada siswa hanya sebagai bahan demontrasi saja. Jika terdapat beberapa komputer , siswa diberi peluang untuk mendapat pengalaman ‘hands-on’.

2. Sequential Model

Jika bilangan komputer sedikit, Bahan ‘e-learning’ digunakan sebagai bahan rujukan. Jika ada beberapa komputer , pelajar diberi peluang untuk mendapat pengalaman ‘hands-on’.

3. Static Station Model

Jika bilangan komputer sedikit. Guru mempunyai beberapa sumber berbeda untuk mencapai objektif pengajaran yang sama. Bahan ‘e-learning’ digunakan oleh beberapa kumpulan pelajar manakala pelajar lain menggunakan sumber lain untuk capai objektif pelajaran yang sama.

4. Laboratory Model

Jika bilangan komputer mencukupi untuk semua pelajar, maka bahan ‘e-learning’ dapat digunakan oleh semua pelajar sebagai bahan pengajaran mandiri. Model ini boleh digunakan jika sekolah mempunyai perangkat komputer yang dilengkapi dengan internet.

Selain itu, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penerapan kegiatan e – learning, yaitu:

* Lewat pembelajaran mandiri (self-paced) yang ada dalam e-Learning, memberikan tantangan dan kesempatan kepada para siswa untuk belajar lebih cepat ataupun lambat. Hal ini dikarenakan dalam ruang kelas virtual telah tersedia berbagai sumber belajar dari pertemuan pertama sampai pertemuan terakhir, dan siswa memiliki kesempatan belajar hal-hal baru diluar sesi yang tengah dijalaninya. Selain itu lewat belajar mandiri, siswa terbebas dari tekanan seperti halnya ketika mereka belajar di kelas, sehingga mereka akan mudah untuk belajar.
* Pembelajaran bersifat self-directed atau diarahkan sendiri, sehingga mereka dapat memilih konten dan perangkat yang sesuai pada minat, kebutuhan dan tingkat keterampilan yang ingin mereka dapatkan. Harapan dari proses seperti ini adalah siswa nantinya akan mampu dan percaya diri untuk mengambil inisiatif mandiri (proactive learner) dalam belajar dalam menentukan kebutuhan belajarnya, memformulasikan tujuan pembelajaran mereka, mengidentifikasi sumber belajar, mampu memilih dan mengimplementasikan strategi pembelajaran yang sesuai serta mampu mengevaluasi hasil belajar mereka.
* Mengakomodasi berbagai gaya belajar dan menggunakan berbagai cara penyampaian untuk berbagai tipe pembelajar yaitu tipe Visual lewat penggunakan gambar, grafik/diagram serta visual lain, tipe Aural lewat penggunaan musik dan suara, tipe Verbal lewat penggunaan kata dan pidato, tipe Physical dengan penggunaan badan, tangan dan sentuhan (ketika mereka menggunakan komputer dan alat bantu lain untuk belajar dan mengerjakan tugas), tipe Logical lewat penggunaan logika, alasan dan sistem, tipe Social (Intrapersonal) lewat belajar dalam kelompok dengan siswa lain, dan tipe Solitary lewat belajar mandiri.
* Siswa dapat belajar 24/7 (24 jam sehari dan 7 hari dalam seminggu) – kapan saja, dan dimana saja (asalkan tersedia koneksi Internet). Hal ini merupakan kelebihan e-Learning dimana siswa dapat belajar kapan saja dan dimana saja. Mereka dapat mengakses bahan ajar yang ada kapan saja, karena telah terupload dalam ruang kelas virtual.
* Mengembangkan kemampuan berinteraksi dan berkolaborasi dengan teman lain lewat kerja kelompok serta meningkatkan frekuensi kontak antara guru dengan siswa, maupun antara siswa dengan siswa lainnya. Mereka serasa berdekatan dengan dosen dan rekan sejawatnya, karena mampu mengajukan pertanyaan (jika mengalami kesulitan) kepada dosennya kapan saja lewat fasilitas yang tersedia (misalnya Forum Diskusi). Karena tidak bertemu langsung dengan dosen, seringkali mereka justru lebih leluasa dan berani untuk memberikan ide, bertanya dan berpendapat tentang suatu materi dibandingkan ketika mereka berdiskusi dalam kelas tatap muka.
* Meningkatkan keterampilan komputer dan Internet. Lewat penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dalam proses pembelajaran, maka secara tidak langsung, kemampuan dan keterampilan penggunaan teknologi akan ikut terasah.

Nilai-nilai diatas inilah yang sepantasnya menjadi pertimbangan tersendiri dalam penerapan e-Learning di sekolah untuk mendukung proses pembelajaran yang ada. Banyak nilai positif yang dapat diadopsi untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas.

5.Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran E – Learning

2. Kelebihan

Kelebihan yang paling menonjol dari pembelajaran menggunakan komputer dalam hal ini e-learning adalah kemampuan siswa untuk dapat belajar mandiri. Karena sifat komputer yang lebih personal/individu, dapat membantu siswa untuk belajar mandiri dengan atau tanpa bimbingan langsung dari gurunya. Guru dalam hal ini pembelajaran dengan e-learning, dapat melaksanakan pembelajaran tanpa tatap muka secara langsung. Dengan kata lain, dengan atau tanpa gurupun pembelajaran secara mandiri tetap bisa berlangsung. Sebagaimana yang diungkapkan oleh beberapa ahli di bawah ini.

Darsono (2001) menyatakan bahwa prinsip memahami sendiri (belajar mandiri) sangat penting dalam belajar dan erat kaitannya dengan prinsip keaktifan. Siswa yang belajar dengan melakukan sendiri (tidak minta tolong orang lain) akan memberikan hasil belajar yang lebih cepat dalam pemahaman yang lebih mendalam. Prinsip ini telah dibuktikan oleh John Dewey dengan “lerning by doing” nya. Lebih lanjut prinsip memahami sendiri ini diartikan bahwa hendaknya siswa tidak hanya tahu secara teoritis, tetapi juga secara praktis. Pembelajaran dengan menggunakan e-learning dapat menumbuhkan sikap belajar mandiri.

Arsyad (2002) menyatakan bahwa media pembelajaran dengan komputer dapat menampilkan dengan baik berbagai simulasi, visualisasi, konsep-konsep, dan multimedia yang dapat diakses user (siswa) sesuai dengan yang diinginkan sehingga visualisasi yang bersifat abstrak dapat ditampilkan secara konkrit dan dipahami secara mendalam. Maka dengan menggunakan e-learning, siswa mendapatkan kemudahan dalam mengatasi pembelajaran fisika yang banyak menampilkan visualisasi yang bersifat abstrak. Media pembelajaran ini dapat menampilkan konsep yang bersifat abstrak ke dalam konsep yang bersifat konkrit sehingga pemahaman siswa lebih mendalam.

Selain itu, peserta didik dapat merasa senang dan tidak bosan dengan materi yang diajarkan karena menggunakan alat bantu seperti video, audio dan juga dapat menggunakan alat bantu seperti komputer bagi sekolah yang sudah mempunyai peralatan komputer.

3. Kelemahan

Ada beberapa kelemahan dalam e-learning yang sering menjadi pembicaraan, antara lain kemungkinan adanya kecurangan, plagiasi, dan pelanggaran hak cipta. Kuldep Nagi dari Amerika, memberikan ide untuk mengaktifkan diskusi kelompok secara online dan membatasi kadaluwarsa soal-soal ujian.

Selain itu, pengajar (guru) juga harus memberikan interaksi yang responsif dan berkelanjutan untuk mengenal siswa lebih jauh dan dapat melihat minatnya, memberikan ujian berupa analisa atas suatu kasus yang berbeda, serta memintanya untuk menjelaskan logika yang menjadi analisa tersebut.

Kelemahan yang paling mendasar dari e-learning adalah kecurangan, plagiasi, dan pelanggaran hak cipta. Sesuai data dari Microsoft Corporation, pada tahun 2006 Indonesia menduduki peringkat ke dua terbesar dalam pembajakan di dunia maya (internet) pada khususnya dan penggunaan software di PC (Personal Computer) pada umumnya. Hal tersebut membuktikan bahwa internet dalam hal ini e-learning masih banyak sekali kekurangannya. Pembelajaran dengan menggunakan e-learning juga harus membutuhkan jaringan internet untuk pembelajaran jarak jauh. Padahal tidak semua instansi memiliki jaringan internet. Program-program dalam e-learning juga membutuhkan Personal Computer (PC) dengan spesifikasi yang cukup canggih agar program bisa berjalan dengan baik. Walaupun programer sudah menyediakan fasilitas password atau pengaman tetapi tangan-tangan jahil masih banyak yang merusaknya atau membajaknya. Walaupun demikian, e-learning sebagai suatu inovasi dalam proses pembelajaran sudah memberikan warna baru cara belajar jarak jauh yang mandiri.

Kelemahan yang lainnya yaitu:

1. Dalam hal ini banyak guru yang belum siap menggunakan metode e-learning karena belum terampil menggunakan fasilitas elektronik.
2. Banyak guru yang masih menggunakan metode ceramah serta,dan
3. kurangnya interaksi antara guru dan siswa dalam proses pembelajaran karena guru hanya memberikan layanan kepada siswa dengan memfasilitasi siswa dalam menggunakan komputer dan layanan internet lainnya
4. Belum meratanya penerapan teknologi di semua sekolah.



6. Pertimbangan E-Learning

Pertimbangan memutuskan sistem pendidikan konvensional menjadi sistem e-learning tentu saja bukan didasarkan pada trend, ikut-ikutan teknologi internet, tetapi perlu ikaji secara matang. Oleh karena itu para penyusun dan pengambil kebijakan perlu melakukan observasi dan studi kelayakan. Beberapa pertanyaan yang bisa dijadikan bahan pertimbangan antara lain:

1. Anggaran biaya yang diperlukan. Bandingkan biaya untuk pendidikan konvensional dengan e-learning. Melalui e-learning, biaya mendirikan bangunan sekolah, buku - buku, tenaga pengajar, dan biaya operasional peserta didik dapat ditekan. Oleh karena itu pendidikan jarak jauh atau sistem konvensional yang massal akan lebih efisien dengan e-learning.
2. Materi apa saja yang menjadi prioritas dimasukan pada model e-learning sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan, atau semua materi pelajaran perlu dimasukan.
3. Pengalihan dari konvensional ke e-learning apakah bisa dilakukan sendiri atau perlu kerjasama dengan instansi lain. Instansi seperti perguruan tinggi (yang memiliki SDM relevan) dan kalangan industri (terutama industri perangkat lunak) sangat potensial dijadikan mitra kerjasama.
4. Apakah perubahan ini bisa diterima (diadopsi) dengan baik oleh sasaran.
5. Bagaimana menerapkan perubahan tersebut sehingga bisa tercapai secara efektif dan efisien, serta bagaimana kelanjutan operasional termasuk evaluasi dan tindak lanjutnya.



7. Pengembangan model E – Learning

Menurut Renggani (http://renggani.blogspot.com/2007/07/makalah-model-inovasi-e-learning.html) dalam pengembangan E-learning setidaknya terdapat tiga model dalam pengembangan sistem pembelajaran, yaitu web course , web centric course , dan web enhanced course.

1. Web Course

Web course adalah penggunaan internet untuk keperluan pendidikan dan pembelajaran, yang mana peserta didik dan pengajar sepenuhnya terpisah dan tidak diperlukan adanya tatap muka. Seluruh bahan ajar, diskusi, konsultasi, penugasan, latihan, ujian, dan kegiatan pembelajaran lainnya sepenuhnya disampaikan melalui internet. Dengan kata lain model ini menggunakan sistem jarak jauh.Hubungan atau komunikasi antara peserta didik dengan pengajar bisa dilakukan setiap saat.Komunikasi lebih banyak dilakukan secara ansynchronous daripada synchronous. Bentuk web course ini tidak memerlukan adanya kegiatan tatap muka baik untuk keperluan pembelajaran maupun evaluasi dan ujian , karena semua proses pembelajaran sepenuhnya menggunakan fasilitas internet seperti email , chat rooms, bulletin board dan online conference.

Selain itu sistem ini biasanya juga dilengkapi dengan berbagai sumber belajar (digital), baik yang dikembangkan sendiri maupun dengan menggunakan berbagai sumber belajar dengan jalan membuat hubungan (link) ke berbagai sumber belajar yang sudah tersedia pada internet, seperti data base statistic berita dan informasi, e-book, dan perpustakaan elektronik.

2. Web Centric Course

Web centric course adalah penggunaan internet yang memadukan antara belajar jarak jauh dan tatap muka (konvensional). Sebagian bahan belajar, diskusi, konsultasi, penugasan materi, latihan disampaikan melalui internet, dan sebagian lagi yaitu ujian, dan sebagian konsultasi, diskusi dan latihan dilakukan melalui tatap muka, yang biasanya berupa tutorial,tetapi prosentase tatap muka tetap lebih kecil dibandingkan dengan prosentase pembelajran melalui internet, fungsinya saling melengkapi. Dalam model ini pengajar bisa memberikan petunjuk pada siswa untuk mempelajari materi pelajaran melalui web yang telah dibuatnya. Siswa juga diberikan arahan untuk mencari sumber lain dari situs-situs yang relevan. Dalam tatap muka, peserta didik dan pengajar lebih banyak diskusi tentang temuan materi yang telah dipelajari melalui internet tersebut.

Bentuk ini memberikan makna bahwa kegiatan belajar bergeser kegitan di kelas menjadi kegiatan melalui internet sama dengan bentuk web course.Siswa dan guru sepenuhnya terpisah tetapi pada waktu-waktu yang telah ditetapkan mereka bertatap muka, baik di sekolah maupun di tempat-tempat yang telah ditentukan seperti di ruang perpustakaan, taman bacaan ataun di balai pertemuan.

Penerapan bentuk ini sebagaimana yang telah dilakukan pada perguruan tinggi-perguruan tinggi terkemuka yang menggunakan sistem belajar secara of campus.

3. Web Enhanced Course

Web Enhanced Course adalah pemanfaatan internet untuk menunjang peningkatan kualitas pembelajaran yang dilakukan di kelas.Bentuk ini juga dikenal dengan nama web lite course, karena kegiatan pembelajaran utama adalah tatap muka di kelas.Fungsi internet adalah untuk memberikan pengayaan dan komunikasi antara peserta didik dengan pengajar, sesama peserta didik, anggota kelompok, atau peserta didik dengan narasumber lain. Oleh karena itu peran pengajar dalam hal ini dituntut untuk menguasai teknik mencari informasi di internet, membimbing mahasiswa mencari dan menemukan situs-situs yang relevan dengan bahan pembelajaran, menyajikan materi melalui web yang menarik dan diminati, melayani bimbingan dan komunikasi melalui internet, dan kecakapan lain yang diperlukan.

Peranan internet disini adalah untuk menyediakan sumber-sumber belajar yang sangat kaya akan informasi dengan cara memberikan alamat-alamat atau membuat link ke berbagai sumber belajar yang sesuai dan bisa diakses secara online, untuk meningkatkan kuantitas dan memperluas kesempatan berkomunikasi antara pengajar dan peserta didik secara timbal balik.Dialog atau komunikasi dua arah tersebut dimaksudkan untuk keperluan berdiskusi, berkonsultasi, maupun untuk bekerja secara kelompok.

Bentuk web enhanced course ini presentase pembelajaran melalui internet justru lebih sedikit dibandingkan dengan prosentase pembelajaran secara tatap muka, karena penggunaan internet adalah hanya untuk mendukung kegiatan pembelajran secara tatap muka.














BAB III

KESIMPULAN

Pembelajaran kooperatif yaitu pembelajaran yang menciptakan kerjasama yang baik antar anggota team ada ketergantungan saling memerlukan yang positip (menanamkan rasa kebersamaan), tanggung jawab masing-masing anggota (setiap anggota memiliki sumbangan dan belajar), keterampilan hubungan antar person (komunikasi, keberhasilan, kepemimpinan, membuat keputusan, dan penyelesaian konflik), tatap muka menaikkan interaksi dan pengolahan data.

E-learning adalah pembelajaran jarak jauh (distance Learning) yang memanfaatkan teknologi komputer, jaringan komputer dan/atau Internet. E-Learning memungkinkan pembelajar untuk belajar melalui komputer di tempat mereka masing-masing tanpa harus secara fisik pergi mengikuti pelajaran/perkuliahan di kelas. E-Learning sering pula dipahami sebagai suatu bentuk pembelajaran berbasis web yang bisa diakses dari intranet di jaringan lokal atau internet













DAFTAR PUSTAKA


Anonim. (2009). Pengertian E-learning. Tersedia: http://pendidikan.infogue.com/pengertian_e_learning. 25 Maret 2010

Arini, Yusti. (2008). Model Pembelajaran kooperatif. Tersedia: http://yusti-arini.blogspot.com/2009/08/model-pembelajaran-kooperatif.html. (27 maret 2010)

Dzaki, Muhammad Faiq. (2009). Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif.Tersedia:http://penelitiantindakankelas.blogspot.com/2009/03/langkah-langkah-model-pembelajaran.html. 27 maret 2010

Gora, Winastwan.(2009). Penerapan E-Learning di Sekolah, Tidak Sekedar Pengembangan dan Implementasi Teknologi. Tersedia: http://gora.wordpress.com/2009/06/14/penerapan-e-learning-di-sekolah-tidak-sekedar-pengembangan-dan-implementasi-teknologi/. 27 Maret 2010



Nunung. (2007). Pembelajaran Kooperatif. Tersedia: http://www.ditnaga-dikti.org/ditnaga/files/PIP/kooperatif.pdf. 27 Maret 2010


Renggani. (2007). Makalah Model Inovasi E-Learning. Tersedia: http://renggani.blogspot.com/2007/07/makalah-model-inovasi-e-learning.html 25 Maret 2010

Skudai. (2007). Aplikasi ‘e-learning ‘ dalam Pengajaran & Pembelajaran di Sekolah-Sekolah Malaysia : Isu dan Cadangan Perlaksanaannya. Tersedia: http://eprints.utm.my/2276/1/Wahyu.pdf. 27 Maret 2010

Zakaria. (2009). Langkah – Langkah Pembelajaran Kooperatif. Tersedia: http://cvrahmat.blogspot.com/2009/07/langkah-langkah-pembelajaran-kooperatif.html. (27 maret 2010)
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS